Belajar dari Seneca: Seni Mengendalikan Diri di Tengah Kemeriahan dan Ujian Kemewahan
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA – Dalam surat kedelapan belas kepada sahabatnya Lucilius, filsuf Stoik ternama, Lucius Annaeus Seneca, mengajarkan pelajaran mendalam tentang bagaimana manusia seharusnya bersikap di tengah pesta pora dan kemewahan yang menggoda. Dengan latar belakang perayaan Saturnalia di Roma kuno, Seneca mengajak kita merenung: bagaimana menjaga keteguhan hati dan kesederhanaan, bahkan ketika seluruh dunia di sekitar kita larut dalam pesta tanpa batas?
Pesta Tak Lagi Spesial
Seneca memulai suratnya dengan mengkritik perubahan zaman: Desember, yang dulu hanya sebulan perayaan, kini telah menjadi sepanjang tahun penuh pesta. Ia menggambarkan bagaimana kota Roma larut dalam hiruk-pikuk persiapan Saturnalia, sampai-sampai seolah hari biasa tak berbeda lagi dari hari pesta. Kritik ini terasa relevan hingga hari ini, di mana konsumerisme dan pesta tak mengenal musim.
Haruskah Kita Ikut Merayakan?
Dalam suratnya, Seneca berdiskusi secara hipotetis dengan Lucilius: apakah kita harus mengikuti keramaian atau tetap teguh dengan rutinitas biasa? Ia menawarkan solusi Stoik: tidak larut sepenuhnya, namun juga tidak menarik diri secara ekstrem. “Seseorang dapat merayakan tanpa berlebihan,” tulis Seneca, menekankan pentingnya keseimbangan.
Latihan Mental: Berkenalan dengan Kemiskinan
Seneca kemudian memberikan pelajaran praktis: menyisihkan beberapa hari untuk hidup dengan makanan paling sederhana dan pakaian paling kasar. Ini bukan sekadar eksperimen iseng, melainkan cara untuk melatih diri menghadapi kesulitan. Dengan merasakan kemiskinan, kata Seneca, kita belajar bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada kekayaan.
“Apakah ini yang aku takutkan?” adalah pertanyaan yang disarankan Seneca untuk direnungkan saat menjalani latihan ini. Dengan demikian, saat benar-benar menghadapi nasib buruk, seseorang sudah siap dan tidak gentar.
Menjadi Kaya dengan Nyaman
Menurut Seneca, orang yang terbiasa dengan kondisi paling sederhana akan menikmati kekayaan dengan lebih nyaman, tanpa rasa takut kehilangannya. Ia menekankan bahwa kepemilikan terhadap harta bukanlah sesuatu yang salah, namun sebaiknya kita mampu bersikap tanpa bergantung padanya.
Pelajaran dari Epicurus
Menariknya, Seneca juga mengutip Epicurus, filsuf yang dikenal mempromosikan kenikmatan hidup. Epicurus sendiri biasa menjalani hidup sederhana secara berkala, untuk membuktikan bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada kenikmatan duniawi. Bahkan, Epicurus membanggakan dirinya mampu hidup dengan makanan senilai kurang dari satu sen.