Nikmati Hidup Saat Ini: Pelajaran Bijak dari Donald Robertson untuk Menghadapi Kecemasan Masa Depan

Donald Robertson, Tokoh Stoik Modern
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Bayangkan kamu duduk sendirian di sebuah kafe. Secangkir kopi hangat mengepul di depanmu. Tapi bukannya menikmati aromanya, pikiranmu justru sibuk memikirkan apa yang akan terjadi minggu depan. “Bagaimana jika proyek itu gagal?”, “Apa yang akan terjadi kalau rencana hidupku tidak berjalan sesuai harapan?” Akhirnya, momen yang seharusnya menyenangkan pun lewat begitu saja.

Negative Visualization ala Tim Ferriss: Teknik Stoik yang Menguatkan Mental

Inilah fenomena yang sangat akrab bagi banyak dari kita. Dan di sinilah Donald Robertson, seorang penulis sekaligus psikoterapis modern yang membangkitkan kembali nilai-nilai Stoikisme, menyampaikan sebuah pengingat lembut namun penuh makna:

“Jangan terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan hingga lupa menikmati saat ini.”

Tim Ferriss: Mengapa Stoikisme Relevan untuk Era Digital

Satu kalimat ini terdengar sederhana, tetapi menyimpan kebijaksanaan yang dalam. Apalagi di tengah kehidupan modern yang penuh tekanan dan ketidakpastian, di mana banyak orang kehilangan keseimbangan antara perencanaan masa depan dan kesadaran saat ini.

Stoikisme: Jalan Tengah Antara Realitas dan Ketenangan

Cara Tim Ferriss Mengubah Hidup Lewat Filosofi Stoikisme

Donald Robertson bukan sekadar penulis buku populer How to Think Like a Roman Emperor. Ia adalah jembatan antara filsafat kuno Marcus Aurelius dan kebutuhan psikologis masyarakat modern. Ia percaya bahwa banyak dari masalah psikologis kita hari ini, termasuk stres dan kecemasan, berasal dari kegagalan kita untuk hidup di saat ini.

Filsafat Stoik mengajarkan bahwa satu-satunya hal yang benar-benar bisa kita kendalikan adalah pikiran dan sikap kita saat ini. Masa depan? Ia belum terjadi. Dan masa lalu? Ia sudah berlalu. Yang benar-benar nyata hanyalah sekarang.

Robertson meyakini bahwa terlalu fokus pada masa depan, terutama dalam bentuk kekhawatiran yang berlebihan, justru menguras energi mental kita dan merampas kebahagiaan yang bisa kita nikmati saat ini.

Mengapa Kita Terjebak dalam Kecemasan Masa Depan?

Kecemasan tentang masa depan bukanlah hal baru, tetapi di zaman digital dan media sosial, rasa takut itu semakin intens. Kita terus-menerus dibanjiri informasi tentang krisis ekonomi, perubahan iklim, persaingan karier, dan berbagai narasi “jika-itu-terjadi” yang belum tentu benar.

Robertson menjelaskan bahwa otak kita secara alami cenderung waspada terhadap potensi ancaman—ini adalah bagian dari mekanisme bertahan hidup manusia. Namun, jika tidak dikendalikan, pikiran ini bisa berubah menjadi kecemasan kronis yang melumpuhkan.

Ketika pikiran terlalu jauh melompat ke depan, kita kehilangan pijakan pada saat ini. Kita lupa bahwa sebagian besar kekhawatiran kita tidak pernah benar-benar terjadi. Dan sekalipun terjadi, kita sering kali lebih tangguh dari yang kita kira.

Mindfulness dan Praktik Kesadaran ala Stoikisme

Robertson mendorong kita untuk melatih “Stoic mindfulness”, yakni kesadaran penuh terhadap pikiran dan emosi yang muncul—bukan untuk menghakimi, tapi untuk memahami dan mengelolanya. Ini bukan sekadar duduk diam dan bermeditasi, tapi juga belajar untuk hadir dalam aktivitas sehari-hari.

Misalnya, saat berjalan, benar-benar merasakan langkah kaki dan angin yang menyentuh wajah. Saat makan, menikmati rasa dan aroma makanan tanpa gangguan ponsel. Saat berbincang, mendengarkan dengan penuh perhatian, bukan memikirkan balasan selanjutnya.

Stoikisme mengajarkan kita untuk hidup seperti Marcus Aurelius—kaisar Romawi yang tetap mampu menulis refleksi bijak meski dunia di sekelilingnya sedang kacau.

Menyusun Masa Depan, Tapi Hidup di Hari Ini

Penting untuk memahami bahwa Robertson tidak menyarankan kita mengabaikan masa depan. Justru sebaliknya. Ia menyarankan kita untuk menyusun masa depan dengan bijak, tapi menghayati masa kini dengan sepenuh hati.

Kita boleh membuat rencana, menabung, belajar, bahkan bermimpi besar. Tapi jangan sampai semua itu membuat kita lupa menikmati hal-hal kecil—matahari pagi, tawa sahabat, waktu bersama keluarga, atau bahkan momen diam yang tenang.

Karena pada akhirnya, masa depan yang cerah bukan hanya soal pencapaian besar, tapi juga tentang bagaimana kita membangun kualitas hidup hari demi hari, detik demi detik.

Mengembalikan Kendali ke Dalam Diri

Saat kita merasa masa depan terlalu menakutkan, Robertson menyarankan untuk kembali ke dalam. Tanyakan pada diri sendiri:

  • Apa yang bisa aku lakukan hari ini untuk menjadi versi terbaik diriku?
  • Apakah kekhawatiranku benar-benar rasional?
  • Apakah aku mengorbankan kebahagiaan hari ini demi kekhawatiran yang belum tentu terjadi?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu secara jujur, kita belajar untuk tidak dikendalikan oleh ketakutan, melainkan oleh kebijaksanaan.

Menemukan Keindahan dalam Momen Sederhana

Banyak orang menunggu kebahagiaan datang setelah mencapai sesuatu: “Nanti setelah aku sukses”, “Nanti kalau aku pindah kerja”, “Kalau aku punya pasangan, baru aku bahagia.” Tapi Stoikisme—dan Robertson—mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati adalah tentang menyadari keindahan dalam momen sederhana yang sedang kita jalani sekarang.

Sebuah pagi yang tenang, pelukan hangat dari orang tersayang, udara segar setelah hujan—semua itu bisa menjadi sumber ketenangan, jika kita berhenti sejenak dan menyadarinya.

Hadapi Hari Ini, Masa Depan Akan Menyusul

Mungkin hidup memang tidak bisa sepenuhnya diprediksi. Tapi itu bukan alasan untuk takut. Justru dalam ketidakpastian itu, kita bisa menemukan ruang untuk tumbuh, belajar, dan menikmati.

Seperti kata Donald Robertson, “Jangan terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan hingga lupa menikmati saat ini.” Hidup adalah tentang hadir. Tentang menikmati langkah kecil, keputusan sadar, dan kebahagiaan sederhana. Karena hanya dengan benar-benar hadir hari ini, kita bisa menata masa depan yang bermakna.