Massimo Pigliucci: "Tidak Ada yang Benar-Benar Buruk atau Baik, Kecuali Bagaimana Kita Memilih untuk Menghadapinya."
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Pernahkah Anda merasa bahwa dunia ini tidak adil? Bahwa hidup kadang terasa begitu berat dan penuh ketidakpastian? Jika iya, Anda tidak sendirian. Banyak orang mengalami hal yang sama. Namun, bagaimana jika sebenarnya bukan kejadian yang membuat kita menderita, melainkan cara kita melihat dan meresponsnya?
Inilah salah satu gagasan utama dalam Stoikisme, sebuah filosofi kuno yang kembali populer berkat filsuf modern Massimo Pigliucci. Dalam salah satu pemikirannya, ia mengutip prinsip Stoik yang mengatakan bahwa tidak ada yang benar-benar buruk atau baik, kecuali bagaimana kita memilih untuk menghadapinya.
Pernyataan ini terdengar sederhana, tetapi jika kita renungkan lebih dalam, ia mengandung kebijaksanaan yang luar biasa. Filosofi ini mengajarkan bahwa peristiwa eksternal tidak memiliki nilai intrinsik sebagai "baik" atau "buruk"—kitalah yang memberi makna terhadapnya. Dengan kata lain, respons kita terhadap situasi yang menentukan apakah sesuatu itu akan membawa dampak positif atau negatif dalam hidup kita.
Mencari Makna di Balik Peristiwa Hidup
Bayangkan dua orang yang mengalami hal yang sama: kehilangan pekerjaan.
Orang pertama menganggap ini sebagai bencana besar. Ia merasa hidupnya hancur, kehilangan harga diri, dan menghabiskan waktu meratapi nasib. Sementara itu, orang kedua melihatnya sebagai kesempatan baru. Ia memanfaatkan waktu ini untuk belajar keterampilan baru, memperluas jaringan, dan mencari peluang yang lebih baik.
Dua orang, satu kejadian yang sama, tetapi hasilnya sangat berbeda. Perbedaannya terletak pada bagaimana mereka memilih untuk menghadapinya.
Pigliucci menjelaskan bahwa Stoikisme tidak mengajarkan kita untuk menjadi pasif atau tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Sebaliknya, filosofi ini mengajarkan kita untuk fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima apa yang tidak bisa kita ubah.
Apa yang Bisa Kita Kendalikan?
Salah satu prinsip utama dalam Stoikisme adalah memahami batas kendali kita.
Menurut Pigliucci, dalam hidup ini ada dua hal:
1. Hal-hal yang bisa kita kendalikan—seperti pikiran, keputusan, dan tindakan kita sendiri.
2. Hal-hal yang di luar kendali kita—seperti cuaca, opini orang lain, atau kejadian tak terduga.
Dengan memahami batas ini, kita bisa mengarahkan energi dan perhatian kita pada hal-hal yang benar-benar bisa kita ubah. Alih-alih marah atau frustrasi terhadap sesuatu yang tidak bisa dikendalikan, kita bisa memilih untuk menerima dan mencari cara terbaik untuk meresponsnya.
Misalnya, jika kita menghadapi kegagalan, kita bisa memilih untuk melihatnya sebagai pelajaran. Jika seseorang memperlakukan kita dengan buruk, kita bisa memilih untuk tidak membiarkan hal itu merusak ketenangan kita.
Menghadapi Kesulitan dengan Pikiran Stoik
Kehidupan penuh dengan tantangan. Akan ada saat-saat ketika kita merasa terpuruk, kehilangan harapan, atau bahkan merasa dunia ini tidak berpihak kepada kita. Namun, menurut Pigliucci, kesulitan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sesuatu yang harus dihadapi dengan kebijaksanaan.
Filsafat Stoik mengajarkan Premeditatio Malorum, yaitu latihan mental di mana kita membayangkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Tujuannya bukan untuk menjadi pesimis, tetapi untuk mempersiapkan diri secara emosional sehingga jika hal itu benar-benar terjadi, kita tidak akan terkejut atau panik.
Sebagai contoh, sebelum melakukan presentasi penting, kita bisa membayangkan kemungkinan skenario buruk—seperti proyektor rusak, lupa materi, atau audiens yang tidak tertarik. Dengan membayangkan hal-hal ini, kita bisa menyusun strategi untuk mengatasinya. Jadi, ketika sesuatu benar-benar tidak berjalan sesuai rencana, kita tetap tenang dan siap menghadapi situasi.
Contoh Nyata dari Sejarah
Konsep Stoikisme ini tidak hanya sekadar teori, tetapi juga telah dipraktikkan oleh banyak tokoh hebat sepanjang sejarah. Salah satu contohnya adalah Nelson Mandela.
Saat dipenjara selama 27 tahun, Mandela bisa saja memilih untuk menyerah pada keputusasaan dan kemarahan. Namun, ia justru memilih untuk menjadikan pengalaman itu sebagai pembelajaran dan persiapan untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Ia memahami bahwa ia tidak bisa mengubah kenyataan bahwa ia dipenjara, tetapi ia bisa mengubah cara ia menghadapinya.
Mandela keluar dari penjara bukan dengan kebencian, tetapi dengan kebijaksanaan dan tekad untuk membangun persatuan. Ini adalah contoh sempurna bagaimana seseorang bisa memilih untuk melihat situasi sulit dengan perspektif yang lebih bijak.
Menerapkan Pemikiran Ini dalam Kehidupan Sehari-hari
Jika kita ingin menjalani hidup dengan lebih tenang dan bijaksana, kita bisa mulai menerapkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari:
- Saat menghadapi kritik atau hinaan, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini sesuatu yang bisa saya kendalikan? Jika tidak, mengapa saya harus membiarkannya memengaruhi perasaan saya?
- Saat mengalami kegagalan, alih-alih meratapi nasib, tanyakan: Apa pelajaran yang bisa saya ambil dari ini? Bagaimana saya bisa bangkit kembali?
- Saat menghadapi ketidakpastian, ingatkan diri sendiri bahwa satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana kita memilih untuk merespons situasi tersebut.
Dengan latihan yang konsisten, kita bisa membangun pola pikir yang lebih kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal eksternal.
Kesimpulan: Kebebasan dalam Memilih Respons Kita
Massimo Pigliucci, melalui ajaran Stoikisme, mengingatkan kita bahwa hidup tidak selalu bisa dikendalikan, tetapi kita selalu punya pilihan dalam bagaimana kita meresponsnya.
Kita bisa memilih untuk melihat tantangan sebagai peluang, kegagalan sebagai pelajaran, dan kritik sebagai bahan refleksi. Kita bisa memilih untuk tidak membiarkan opini orang lain mengendalikan hidup kita. Kita bisa memilih untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dan membawa nilai dalam hidup kita.
Pada akhirnya, bukan dunia yang menentukan kebahagiaan kita, tetapi bagaimana kita memilih untuk melihat dan menghadapinya.
Jadi, saat Anda menghadapi hari yang sulit, ingatlah kata-kata Pigliucci: "Tidak ada yang benar-benar buruk atau baik, kecuali bagaimana kita memilih untuk menghadapinya."