5 Hal yang Harus Diwaspadai dari Propaganda Kaum Sofis dari Era Yunani Hingga Era Modern

Tokoh Kaum Sofis Protagoras, Gorgias, dan Hippias
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Di era di mana informasi bergerak dengan cepat dan mudah tersebar melalui berbagai platform digital, retorika dan teknik persuasi menjadi senjata ampuh dalam membentuk opini publik. Namun, di balik keindahan kata-kata yang mengesankan, tersembunyi strategi manipulatif yang telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Kaum sofis, yang mengajarkan seni berbicara dan debat untuk memenangkan argumen, telah mewariskan teknik-teknik yang kini diadaptasi dalam propaganda politik dan kampanye digital. Artikel ini mengupas lima hal yang harus diwaspadai dari propaganda yang terinspirasi oleh sofisme, mulai dari akar sejarahnya hingga penerapannya di era modern.

Tim Ferriss: Mengapa Stoikisme Relevan untuk Era Digital

1. Penyederhanaan Isu yang Kompleks

Kaum sofis dikenal dengan kemampuannya menyederhanakan isu-isu kompleks menjadi narasi yang mudah dicerna oleh masyarakat. Di era Demokrasi Athena, di mana partisipasi publik sangat penting, para sofis mengajarkan calon pemimpin cara menyampaikan argumen yang sederhana namun persuasif. Mereka menggunakan teknik penyederhanaan untuk mengeliminasi nuansa dan detail yang mungkin membingungkan audiens, sehingga pesan yang disampaikan menjadi lebih mudah diterima.

Mengapa Pemikiran Chrysippus Masih Relevan di Era Digital?

Di era modern, strategi yang sama digunakan oleh politisi populis. Misalnya, kampanye politik sering kali mengubah isu ekonomi, sosial, dan politik yang kompleks menjadi slogan singkat yang menarik, seperti "Make America Great Again" atau "Sabka Saath, Sabka Vikas". Meskipun pesan tersebut efektif dalam membangun dukungan, penyederhanaan yang berlebihan dapat mengaburkan fakta penting dan menyebabkan pemilih tidak mendapatkan gambaran utuh tentang masalah yang sedang dihadapi.

Menurut Pew Research Center (2023), sekitar 65% responden di beberapa negara mengaku bahwa mereka lebih mudah menerima pesan politik yang disederhanakan, meskipun sering kali tidak lengkap secara fakta. Ini menunjukkan betapa kuatnya efek penyederhanaan dalam membentuk opini, namun juga mengindikasikan risiko manipulasi melalui propaganda yang menyederhanakan isu.

Socrates: Filsuf yang Mengajarkan Cara Hidup lewat Pertanyaan-Pertanyaan Sederhana

2. Penggunaan Emosi untuk Mempengaruhi Opini Publik

Salah satu strategi paling efektif yang diwariskan dari sofisme adalah penggunaan emosi atau pathos. Kaum sofis mengajarkan bahwa retorika tidak hanya soal argumen logis (logos), tetapi juga tentang bagaimana menggugah emosi audiens. Teknik ini sangat berguna dalam membentuk opini publik karena emosi memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi keputusan seseorang.

Halaman Selanjutnya
img_title