Rahasia Ketangguhan Mental ala Ryan Holiday: Bagaimana Stillness Is the Key Mengajarkan Kita Hidup Tenang di Dunia yang
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang serba cepat, tidak sedikit dari kita yang merasa kewalahan. Kesibukan seolah menjadi standar kesuksesan, dan ketenangan dianggap sebagai kemewahan yang sulit dicapai. Tapi, apakah benar semakin sibuk berarti semakin sukses? Atau justru kita sedang kehilangan sesuatu yang lebih berharga—ketenangan batin?
Ryan Holiday, seorang penulis dan pemikir modern yang menghidupkan kembali filosofi Stoikisme dalam kehidupan masa kini, menawarkan jawaban dalam bukunya Stillness Is the Key. Dalam buku ini, Holiday menyoroti pentingnya stillness—atau ketenangan—bukan hanya sebagai kondisi fisik, tetapi juga sebagai keadaan mental yang memungkinkan kita menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana.
Jika selama ini kita berpikir bahwa sukses hanya bisa diraih dengan kerja keras tanpa henti dan mengejar pencapaian tanpa istirahat, Stillness Is the Key justru mengajarkan sebaliknya. Holiday mengajak kita untuk melangkah mundur, memperlambat ritme, dan menemukan ketenangan dalam diri sendiri. Dan, inilah yang menjadikan buku ini begitu relevan di era digital yang penuh distraksi.
Kenapa Ketenangan Itu Penting?
Coba bayangkan, berapa kali dalam sehari Anda merasa tergesa-gesa? Seberapa sering Anda merasa cemas karena daftar tugas yang terus bertambah? Di era informasi ini, kita seperti berada di tengah badai notifikasi, target, ekspektasi, dan tekanan sosial yang tak ada habisnya.
Masalahnya, banyak dari kita percaya bahwa kesibukan adalah tanda produktivitas, padahal sering kali itu justru menjadi penyebab utama stres dan kelelahan mental. Holiday dalam Stillness Is the Key mengingatkan bahwa dalam sejarah, para pemimpin besar, atlet legendaris, dan pemikir hebat justru menemukan kekuatan mereka bukan dalam kesibukan yang tak terkendali, melainkan dalam ketenangan dan fokus yang luar biasa.
Dia mengambil contoh dari tokoh seperti Winston Churchill, Leonardo da Vinci, dan Seneca. Churchill, misalnya, dikenal sebagai pemimpin yang mampu tetap berpikir jernih di tengah Perang Dunia II, sebagian karena ia memiliki kebiasaan membaca dan melukis untuk menenangkan pikirannya. Leonardo da Vinci, meskipun dikenal sebagai jenius yang serba bisa, sebenarnya sangat mengutamakan waktu untuk berpikir dan merenung. Seneca, seorang filsuf Stoik dari Romawi kuno, sering menekankan pentingnya membebaskan diri dari kebisingan dunia untuk menemukan kebijaksanaan sejati.