Sains Sebagai Warisan Universal: Ketika Dunia Islam Memeluk dan Dunia Barat Mengembangkan

Aristoteles Bersama Para Filsuf dan Cendekiawan Muslim
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Ibnu Rusyd, seorang filsuf asal Andalusia, misalnya, memandang bahwa agama dan filsafat dapat berjalan beriringan. Melalui karyanya yang menjembatani pemikiran Aristoteles dengan teologi Islam, ia memberikan dasar filosofis bagi penerimaan sains dalam dunia Muslim.

Dari Baitul Hikmah ke Renaisans Eropa: Jejak Aristoteles dan Ilmuwan Muslim

Renaisans Eropa: Ketika Dunia Barat Mengembangkan Warisan Islam

Ketika Eropa memasuki Abad Kegelapan, dunia Islam sedang berada pada puncak kejayaannya. Namun, melalui kontak perdagangan dan Perang Salib, Eropa mulai mengenal kembali warisan intelektual yang telah lama terlupakan. Banyak karya ilmiah dari dunia Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh para sarjana Eropa, seperti Gerard of Cremona dan Adelard of Bath.

Sains, Anak Kandung Islam yang Dibuang: Peran Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Aristoteles

Salah satu contoh paling mencolok adalah adopsi sistem angka Hindu-Arab, yang jauh lebih efisien dibandingkan sistem angka Romawi. Sistem ini memungkinkan kemajuan pesat dalam matematika dan keuangan di Eropa.

Pada abad ke-15 dan 16, dunia Barat mulai mengembangkan warisan ini lebih jauh. Revolusi ilmiah yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Copernicus, Galileo, dan Newton meletakkan dasar bagi sains modern. Namun, mereka tidak memulai dari nol. Sebaliknya, mereka berdiri di atas bahu para raksasa intelektual dari dunia Islam.

Ibnu Rusyd dan Aristoteles: Dari Tradisi Islam hingga Kebangkitan Sains Barat

Warisan yang Terlupakan: Mengapa Penting untuk Mengenang?

Meskipun dunia Islam pernah menjadi pusat inovasi global, warisan ini sering kali terlupakan dalam narasi sejarah modern. Salah satu alasan utamanya adalah dominasi kolonialisme Barat, yang menggeser fokus sejarah ke pencapaian peradaban Eropa.

Halaman Selanjutnya
img_title