Benarkah Socrates Merusak Pemikiran Pemuda Athena? Inilah Fakta Pengadilannya

Socrates
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA - Socrates adalah salah satu filsuf paling berpengaruh sepanjang sejarah yang hidup di Athena pada abad ke-5 SM. Namun, di balik kejeniusannya dalam pemikiran filosofis, ia juga menghadapi tuduhan serius yang mengguncang dunia intelektual pada masanya. Salah satu tuduhan utama yang diajukan terhadapnya adalah bahwa ia merusak pemikiran pemuda Athena melalui ajarannya yang kritis dan menantang norma-norma sosial. Tuduhan ini akhirnya menjadi salah satu alasan mengapa Socrates dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Athena pada tahun 399 SM.

Pengaruh Sharon Lebell dalam Komunitas Stoik Global melalui Karyanya

Namun, benarkah tuduhan tersebut? Apakah Socrates benar-benar merusak pemikiran generasi muda, ataukah ia menjadi korban ketakutan dan prasangka masyarakat terhadap kebebasan berpikir? Artikel ini akan mengupas fakta-fakta di balik pengadilan Socrates dan mencoba menjawab pertanyaan apakah tuduhan itu memiliki dasar yang kuat.

Latar Belakang Tuduhan terhadap Socrates

Filosofi Bukan Sekadar Teori: Pierre Hadot dan Revolusi Cara Berpikir yang Mengubah Segalanya

Tuduhan bahwa Socrates merusak pemikiran pemuda Athena berasal dari pandangan masyarakat yang khawatir bahwa ajarannya akan mengganggu tatanan sosial yang telah lama ada. Socrates terkenal karena metode pengajaran yang dikenal sebagai metode dialektika atau metode Socratic, di mana ia mengajukan serangkaian pertanyaan kepada murid-muridnya untuk mendorong mereka berpikir kritis dan mencari kebenaran sendiri, bukan menerima dogma atau keyakinan yang tidak dipertanyakan.

Dalam melakukan hal ini, Socrates sering kali mempertanyakan kepercayaan tradisional, keyakinan agama, dan nilai-nilai moral yang dianggap sakral oleh masyarakat Athena. Pendekatan ini, meskipun sangat inovatif dan berpengaruh dalam dunia filsafat, tidak selalu diterima dengan baik oleh semua orang. Para tokoh konservatif di Athena menganggap bahwa metode Socrates mengarahkan para pemuda untuk meragukan otoritas dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat.

Pierre Hadot: Filsuf yang Mengungkap Kesalahan Akademisi dalam Memahami Stoicisme

Salah satu murid terkenal Socrates, Alcibiades, juga memberikan citra buruk terhadap filsuf tersebut. Alcibiades adalah seorang pemimpin militer dan politikus yang kontroversial, yang sering kali dicap sebagai pengkhianat karena perannya dalam Perang Peloponnesia. Banyak yang menyalahkan ajaran Socrates atas perilaku radikal muridnya ini, yang memperkuat tuduhan bahwa Socrates merusak pemuda Athena.

Pengadilan Socrates

Pada tahun 399 SM, Socrates diadili di Athena atas dua tuduhan utama: merusak pemikiran pemuda dan tidak menghormati para dewa yang disembah oleh negara. Tuduhan ini diajukan oleh tiga orang penuduh, yaitu Meletus, seorang penyair yang tidak begitu dikenal; Anytus, seorang politisi yang berpengaruh; dan Lycon, seorang orator.

Dalam persidangan tersebut, Socrates tidak membela dirinya dengan cara konvensional. Ia menolak untuk memohon belas kasihan atau memberikan pembelaan emosional yang mungkin akan menyelamatkan dirinya dari hukuman. Sebaliknya, Socrates dengan tegas mempertahankan ajarannya dan menyatakan bahwa ia tidak bersalah atas tuduhan yang diajukan.

Socrates berpendapat bahwa perannya sebagai filsuf adalah untuk membantu orang-orang menemukan kebenaran dan kebijaksanaan melalui pemikiran kritis. Ia tidak pernah merusak pemikiran siapa pun, melainkan justru mengarahkan mereka untuk berpikir lebih rasional dan bijaksana. Ia juga menekankan bahwa ia tidak pernah memaksakan pemikirannya kepada siapa pun, melainkan hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran.

Namun, juri yang terdiri dari 501 warga Athena tidak sepenuhnya setuju dengan pembelaan Socrates. Setelah melalui proses persidangan yang singkat, sebanyak 280 juri menyatakan bahwa Socrates bersalah, sementara 221 juri lainnya menyatakan bahwa ia tidak bersalah.

Analisis Tuduhan "Merusak Pemikiran Pemuda"

Apakah benar Socrates merusak pemikiran pemuda Athena, ataukah ia sebenarnya hanya menjadi korban ketidakpahaman masyarakat terhadap filsafat dan pemikiran kritis? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mempertimbangkan beberapa aspek.

Pertama, Socrates tidak pernah secara langsung memengaruhi pemuda Athena untuk memberontak atau melakukan tindakan destruktif. Ajarannya lebih berfokus pada pencarian kebenaran dan kebijaksanaan, bukan pada pembentukan gerakan politik atau sosial yang radikal. Namun, karena ajarannya menantang nilai-nilai tradisional dan kepercayaan umum, banyak orang menganggap bahwa Socrates sedang merusak tatanan yang telah ada.

Kedua, hubungan Socrates dengan tokoh-tokoh seperti Alcibiades memperburuk reputasinya. Meskipun Socrates sendiri tidak mendukung tindakan radikal murid-muridnya, ia dianggap bertanggung jawab atas perilaku mereka karena pengaruh intelektual yang ia berikan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Athena saat itu lebih khawatir terhadap dampak tidak langsung dari ajaran Socrates daripada konten ajaran itu sendiri.

Ketiga, kita juga perlu memahami konteks sosial dan politik Athena pada waktu itu. Athena baru saja mengalami kekalahan dalam Perang Peloponnesia, yang menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, pemikiran kritis dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Socrates dianggap mengganggu dan berpotensi membahayakan stabilitas masyarakat. Oleh karena itu, tuduhan terhadapnya mungkin lebih merupakan reaksi terhadap situasi sosial yang tidak menentu daripada bukti nyata bahwa ia benar-benar merusak pemikiran pemuda.

Keberanian Moral Socrates

Meskipun dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati, Socrates tetap teguh pada prinsip-prinsipnya. Ia menolak untuk melarikan diri atau mengusulkan hukuman yang lebih ringan, seperti pengasingan, yang mungkin bisa menyelamatkan nyawanya. Sebaliknya, ia memilih untuk tetap setia pada keyakinannya bahwa mencari kebenaran dan kebijaksanaan adalah hal yang paling penting dalam hidup, bahkan jika itu berarti menghadapi kematian.

Dalam dialog Apology yang ditulis oleh Plato, Socrates digambarkan sebagai sosok yang tenang dan berani menghadapi kematiannya. Ia tidak menganggap kematian sebagai sesuatu yang harus ditakuti, melainkan sebagai bagian dari perjalanan hidup. Ia juga menyatakan bahwa ia lebih memilih untuk mati daripada hidup dalam ketidakjujuran atau menyerah pada ketidakadilan.

Keberanian moral Socrates ini menjadi warisan yang sangat berharga bagi dunia filsafat dan pemikiran modern. Ia mengajarkan bahwa mempertahankan kebenaran dan integritas moral adalah hal yang lebih berharga daripada hidup itu sendiri. Sikap ini telah menginspirasi banyak pemikir dan tokoh di seluruh dunia, mulai dari filsuf hingga pejuang hak asasi manusia.

Benarkah Socrates merusak pemikiran pemuda Athena? Jawabannya tergantung pada perspektif kita. Dari sudut pandang masyarakat konservatif Athena pada waktu itu, ajaran Socrates mungkin dianggap merusak karena ia mendorong pemuda untuk meragukan nilai-nilai tradisional. Namun, dari sudut pandang filsafat modern, ajaran Socrates justru dianggap sebagai upaya untuk membebaskan pikiran dari dogma dan keyakinan yang tidak rasional.

Pengadilan dan hukuman mati Socrates mencerminkan ketegangan antara kebebasan berpikir dan ketakutan terhadap perubahan sosial. Meskipun Socrates dihukum mati, pemikirannya tetap hidup dan terus mempengaruhi dunia hingga hari ini. Keberanian moral dan dedikasinya pada kebenaran menjadi teladan yang tidak akan pernah dilupakan oleh sejarah.