Duh, Syahrul Yasin Limpo Disebut Memeras Ditjen Perkebunan Rp317 Juta untuk Biaya Pribadi
- tvonews.com
Jakarta, WISATA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) kembali menjadi sorotan setelah disebut memeras Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) hingga Rp317 juta. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi termasuk servis mobil dan membayar kiai.
Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Perkebunan Kementan, Andi Nur Alamsyah, saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus SYL di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada Senin (20/5/2024).
Menurut Andi, uang sebesar Rp317 juta tersebut digunakan oleh SYL untuk beberapa keperluan, salah satunya membayar tiket perjalanan keluarga dari Makassar pada Desember 2022. "Itu permintaannya dari Pak Panji (eks ajudan SYL) ke travel sebesar Rp36 juta," jelas Andi.
Penggunaan Dana untuk Keperluan Pribadi
Tidak hanya itu, Ditjen Perkebunan juga diperas untuk menutupi kekurangan dana umrah SYL pada Januari 2023. "Kami ikut berbagi terkait kekurangan dana perjalanan dinas luar negeri yang terkait dengan umrah itu sebesar Rp159 juta," kata Andi.
Selain itu, pada Agustus 2022, Ditjen Perkebunan juga diminta untuk membiayai pemberian bantuan dari SYL kepada seorang kiai di Karawang sebesar Rp102 juta. SYL juga meminta biaya servis mobil pribadinya. "Terus ada servis mobil Mercy Pak Menteri pada tanggal 22 Juli 2022 yang dimintakan oleh Pak Panji sebesar Rp19 juta," tambah Andi.
Pemotongan Uang Dinas
Andi menjelaskan bahwa sumber uang Rp317 juta tersebut berasal dari pemotongan uang dinas perjalanan anak buah SYL di Ditjen Perkebunan, yang disebut sebagai kontribusi perjalanan. "Bisa 30 persen, 40 persen. Misalnya, dapat Rp1 juta, kali 30 persen dari Rp1 juta, dipotong masing-masing yang melakukan perjalanan," ucap Andi.
Pegawai Ditjen Perkebunan mengeluh dengan pemotongan tersebut, namun mereka pasrah karena terpaksa. Andi juga mengalami pemotongan uang perjalanan dinas tersebut.
Kasus Dugaan Korupsi SYL
Diketahui, SYL telah didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Peristiwa tersebut terjadi selama SYL menjabat dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan ini dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, Muhammad Hatta. Keduanya bertugas sebagai koordinator yang mengumpulkan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian yang mencoreng citra pemerintahan. Selain memeras dana untuk kepentingan pribadi, tindakan SYL dan kroninya menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan negara dan masyarakat.
Implikasi Kasus Korupsi
Kasus ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat dan menjadi perhatian serius bagi penegak hukum. Praktik pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan oleh pejabat tinggi seperti SYL menjadi tantangan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pemerintah dan penegak hukum diharapkan dapat menindak tegas kasus-kasus seperti ini untuk memberikan efek jera dan memperbaiki sistem birokrasi yang bersih dan transparan. Masyarakat juga diharapkan lebih kritis dan berani melaporkan jika mengetahui adanya praktik korupsi di lingkungan sekitarnya.
Langkah Pemberantasan Korupsi
Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan kontrol internal di setiap kementerian dan lembaga negara. Sistem pengawasan yang efektif dapat mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara.
Penting bagi Kementerian Pertanian dan instansi terkait untuk segera melakukan evaluasi dan perbaikan dalam manajemen keuangan dan pelaksanaan program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Langkah ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan memperkuat integritas lembaga negara.