Kisah Para Sufi: Mansur al-Hallaj, Ketika 'Ana al-Haqq' Menjadi Saksi Puncak Cinta kepada Tuhan
- Pixabay
Maka, ketika al-Hallaj berkata "Ana al-Haqq", ia tidak mengklaim dirinya sebagai Tuhan, melainkan menyatakan bahwa dirinya telah lebur dalam kebenaran mutlak, yaitu Tuhan itu sendiri. Sayangnya, pernyataan tersebut dipandang sebagai bentuk penghinaan oleh banyak ulama fikih saat itu. Ia dituduh menganut paham hulul (penyatuan Tuhan dan manusia), yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Pengadilan dan Eksekusi
Pada tahun 922 M, Mansur al-Hallaj dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Abbasiyah. Ia disalib dan kemudian tubuhnya dibakar, abu jenazahnya ditebar di Sungai Tigris. Sebuah akhir tragis dari perjalanan spiritual yang penuh cinta dan pengorbanan.
Namun, sebelum kematiannya, ia sempat mengucapkan kalimat yang menyentuh: “Apa yang dapat dilakukan oleh cinta, jika bukan menyerahkan segalanya?”
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa apa yang dijalani al-Hallaj bukan sekadar pemberontakan terhadap doktrin agama, melainkan bentuk totalitas cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Ia rela mati demi keyakinan akan kehadiran Tuhan yang begitu dekat, begitu menyatu.
Makna Spiritual di Era Modern
Di tengah kehidupan modern yang serba materialistis dan transaksional, kisah Mansur al-Hallaj menjadi cermin yang menggugah. Ia mengingatkan kita bahwa cinta kepada Tuhan bukan sekadar ritual atau kewajiban, tetapi pengalaman batin yang menyatu dengan seluruh eksistensi kita.