Kisah Para Sufi: Najmuddin Kubra, Sang Martir Cinta dalam Serangan Mongol
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA — Dalam sejarah panjang tasawuf, Najmuddin Kubra dikenal sebagai sosok sufi besar yang mengukir jejak cinta dan pengorbanan dalam menghadapi masa-masa kelam. Ia bukan hanya guru spiritual yang membawa cahaya ilmu dan cinta Ilahi, melainkan juga martir yang gugur di tengah gelombang serangan Mongol, meninggalkan kisah penuh makna tentang keteguhan hati dan kasih yang tak tergoyahkan.
Jejak Hidup Najmuddin Kubra: Guru Tasawuf dan Penyebar Cinta
Najmuddin Kubra lahir pada tahun 1145 M di wilayah Khwarazm, yang kini termasuk kawasan Uzbekistan. Ia tumbuh menjadi figur yang sangat dihormati dalam dunia tasawuf. Dikenal dengan julukan “Sang Imam Kubra”, ia mendirikan tarekat yang kemudian dikenal sebagai Tarekat Kubrawiyyah, yang berfokus pada pendekatan cinta, pembersihan jiwa, dan pengalaman mistik.
Ilmu dan karamah (keistimewaan spiritual) Najmuddin tersebar luas hingga ke berbagai wilayah Asia Tengah dan Persia. Ia dikenal sebagai guru yang mengajarkan bahwa perjalanan menuju Tuhan harus dilalui dengan cinta yang tulus dan hati yang bersih. Di tengah pengajaran dan aktivitas spiritualnya, ia selalu menekankan pentingnya ketabahan dalam menghadapi cobaan duniawi.
Serangan Mongol dan Pengorbanan Tak Ternilai
Namun, kisah hidup Najmuddin Kubra tidak hanya soal ilmu dan cinta. Tahun 1220 M menjadi titik tragis dalam hidupnya ketika pasukan Mongol menyerbu Khwarazm. Invasi brutal ini membawa kehancuran besar dan penderitaan tak terbayangkan bagi banyak orang, termasuk para sufi dan ulama.
Menurut berbagai riwayat, saat pasukan Mongol mendekati, Najmuddin Kubra memilih untuk tetap bertahan di kota, tidak melarikan diri. Ia bahkan terus mengajarkan para muridnya dan melaksanakan ibadah, menunjukkan keteguhan dan keberanian yang luar biasa. Tragisnya, ia menjadi korban kekejaman Mongol dan wafat di tengah serangan tersebut.