Kisah Para Sufi: Syekh Siti Jenar dan Dialog Abadi tentang Kematian Ego

Perjalanan Sufi
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA — Dalam lorong-lorong sunyi sejarah spiritual Jawa, nama Syekh Siti Jenar menggema bukan karena kekuasaan atau kepemilikan, melainkan karena dialog abadi yang ia bangun tentang kematian ego dan makna sejati kehidupan. Sosok yang misterius ini telah menjadi ikon sufi Nusantara yang menantang batas-batas syariat demi mencapai inti hakikat: menyatu dengan Tuhan.

Kisah Para Sufi: Jalaluddin Rumi, Ketika Syair Menjadi Doa dan Tarian Menjadi Zikir

Bagi Siti Jenar, kematian bukan sekadar peristiwa biologis, melainkan kematian ego—lenyapnya keakuan manusia dalam samudra kehadiran Ilahi. Ia tidak mengajak manusia takut pada mati, melainkan mengajaknya hidup dengan kesadaran bahwa segala sesuatu selain Tuhan adalah ilusi.

Jalan Fana’: Membunuh Diri untuk Menemukan Diri

Kisah Para Sufi: Umar Ibn al-Farid, Penyair Sufi yang Mengukir Makna dalam Setiap Syair Cintanya

Dalam ajaran sufistik, fana’ adalah titik kulminasi spiritual, di mana seorang hamba meleburkan egonya dan hidup semata-mata dalam kesadaran Ilahi. Bagi Syekh Siti Jenar, jalan fana’ tidak harus melewati kitab tebal atau ritual panjang. Ia memulainya dari kesadaran batin yang tulus, ikhlas, dan bebas dari pamrih duniawi.

Ia berkata, “Mati sebelum mati adalah jalan para kekasih Tuhan.” Maksudnya, sebelum tubuh ini hancur oleh waktu, jiwa sudah harus melepaskan keterikatan terhadap nafsu, ambisi, dan identitas duniawi. Itulah kematian ego—yang ia ajarkan secara berani kepada masyarakat luas.

Kisah Para Sufi: Siti Jenar, Misteri Fana’ dan Kehidupan di Tengah Tanah Jawa

Namun ajaran ini membuatnya berselisih dengan struktur keagamaan formal yang sedang berkembang kala itu. Bagi para ulama dan penguasa, kematian ego tanpa bimbingan syariat dianggap sesat. Bagi Siti Jenar, syariat tanpa pemahaman batin justru mengurung jiwa.

Dialog dengan Wali Songo: Ketegangan antara Lahir dan Batin

Halaman Selanjutnya
img_title