Dampak Tambang Emas di Sukabumi: Dari Pencemaran Lingkungan hingga Bencana
- mongabay.co.id
Sukabumi, WISATA – Masyarakat Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Sukabumi, Jawa Barat, menuntut penghentian operasi PT Golden Pricindo Indah (GPI) akibat pencemaran limbah tambang emas yang merusak puluhan hektar sawah. Warga melaporkan air berwarna merah kecoklatan dan lumpur dari aktivitas tambang telah mencemari saluran irigasi, mengancam gagal panen.
Petani mengeluhkan sawah dan perkebunan rusak parah, terutama saat hujan yang membawa lumpur tambang ke area pertanian. "Golden tidak bertanggung jawab. Sebelum ada tambang, air jernih dan panen melimpah," ujar Dahlan, petani setempat. Data citra satelit menunjukkan empat lokasi tambang, termasuk konsesi GPI seluas 97 hektar di Blok Beling, yang berbatasan langsung dengan permukiman dan lahan pertanian.
Berdasarkan dokumen Perda No. 10/2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Sukabumi 2023–2043, Kecamatan Simpenan termasuk area yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya. Ini jadi penekanan penting untuk menjaga fungsi ekologis di area itu agar tidak menimbulkan kerusakan yang bisa berdampak pada keselamatan masyarakat, ruang hidup, dan sumber penghidupan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memerintahkan penutupan sementara tambang GPI setelah meninjau kerusakan. Wakil Bupati Sukabumi, Andreas, menegaskan langkah ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah karena adanya keresahan warga yang harus segera direspons. Namun, hingga kini belum ada ganti rugi atau pemulihan lingkungan dari perusahaan.
Walhi Jawa Barat menyoroti lemahnya pengawasan izin tambang (IUP) yang mengabaikan daya dukung ekologis. Sektor pertambangan hanya menyumbang 5,25% PDB Sukabumi (2019), jauh di bawah pertanian (22,5%). "IUP tidak boleh mengorbankan lingkungan dan masyarakat," tegas Siti Hannah dari Walhi.
Eksploitasi tambang di Sukabumi telah memicu bencana seperti banjir bandang Desember 2024 yang menewaskan 6 orang. Wahyudin Iwang (Walhi) mendesak revisi peraturan pertambangan yang tidak mempertimbangkan fungsi ekologis kawasan hulu DAS, yang vital untuk mencegah banjir di Jakarta dan sekitarnya.
Masyarakat mendesak audit lingkungan dan penutupan permanen tambang yang merusak. Masyarakat juga menyebutkan bahwa petani terus dirugikan karena lamanya penyelesaian masalah ini. Bahkan upaya konfirmasi ke Direktur GPI, dari mongabay.co.id, tidak mendapat respons.