Antara Pendidikan dan Emansipasi: Bagaimana Sekolah Kartini Membentuk Generasi Baru
Minggu, 16 Maret 2025 - 07:46 WIB
Sumber :
- Bicara Tokoh
- Mengubah peran perempuan dalam keluarga, membuat mereka "tidak patuh" terhadap suami.
- Mendorong perempuan untuk menunda pernikahan, yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial saat itu.
- Membawa pengaruh budaya Eropa, yang ditakuti dapat menghilangkan nilai-nilai tradisional.
Untuk mengatasi tantangan ini, Sekolah Kartini melakukan beberapa strategi, seperti menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan lokal dan mengajak pemuka adat serta tokoh masyarakat untuk mendukung pendidikan perempuan.
2. Perempuan Pribumi yang Berani Melawan Stigma
Baca Juga :
Orang Kreta kuno Mengadakan Pesta Terakhir untuk ‘Membunuh’ Makam Mereka di Tengah Pergolakan Zaman Perunggu
Seiring berjalannya waktu, muncul beberapa lulusan Sekolah Kartini yang berani mengambil peran lebih besar dalam masyarakat. Mereka tidak hanya menjadi tenaga pengajar atau pekerja sosial, tetapi juga mulai aktif dalam pergerakan sosial dan organisasi perempuan.
Beberapa dari mereka bahkan berani mengkritik sistem kolonial dan memperjuangkan hak perempuan dalam berbagai bidang, termasuk:
- Kesetaraan dalam pendidikan – memperjuangkan agar perempuan bisa mendapatkan pendidikan setinggi laki-laki.
- Hak dalam pernikahan – menolak pernikahan paksa dan mendorong konsep pernikahan yang lebih setara.
- Kesejahteraan perempuan dan anak-anak – memperjuangkan akses kesehatan dan perlindungan bagi perempuan yang lebih baik.
Baca Juga :
Friedrich Nietzsche: “Setiap Ide Revolusioner Dimulai sebagai Mimpi yang Dianggap Mustahil oleh Orang Lain.”
Dampak Jangka Panjang Sekolah Kartini terhadap Perempuan Indonesia
Halaman Selanjutnya
Meskipun sekolah-sekolah Kartini tidak lagi beroperasi setelah Indonesia merdeka, dampaknya masih terasa hingga hari ini. Sekolah-sekolah ini telah: