10 Kutipan Paling Kontroversial dari Niccolò Machiavelli yang Mengguncang Dunia

Niccolò Machiavelli (1469–1527)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Niccolò Machiavelli, seorang filsuf politik asal Italia pada abad ke-16, dikenal melalui karyanya yang berjudul The Prince. Dalam buku tersebut, ia menguraikan pandangan-pandangan yang sering kali dianggap kontroversial mengenai kekuasaan dan politik. Meskipun banyak yang menganggap pemikirannya terlalu keras dan manipulatif, tidak dapat disangkal bahwa ide-idenya telah memengaruhi pemikiran politik hingga saat ini.

Meneropong Pikiran Plato: Konsistensi atau Evolusi Pemikiran Politik dalam Republic dan Laws

Berikut adalah 10 kutipan paling kontroversial dari Machiavelli yang terus memicu perdebatan:

1.     "Lebih baik ditakuti daripada dicintai, jika Anda tidak bisa memiliki keduanya."
Machiavelli berpendapat bahwa seorang pemimpin yang ditakuti lebih mampu mempertahankan kekuasaan dibandingkan yang dicintai. Hal ini karena rasa takut dianggap lebih dapat diandalkan daripada kasih sayang dalam menjaga loyalitas.

Plato: Sang Filsuf yang Menulis Dunia, Bukan Sekadar Mengajarkan Filsafat

2.     "Tujuan menghalalkan cara."
Meskipun frasa ini tidak secara langsung muncul dalam karya Machiavelli, pemikirannya sering disimpulkan demikian. Ia menyarankan bahwa pemimpin harus siap melakukan apa pun demi mencapai tujuan politiknya, termasuk tindakan yang dianggap tidak bermoral.

3.     "Orang yang ingin menipu akan selalu menemukan seseorang yang bersedia untuk ditipu."
Kutipan ini mencerminkan pandangan Machiavelli tentang sifat manusia yang mudah diperdaya, terutama dalam konteks politik.

Jejak Filsuf Terbesar Dunia: Bagaimana Aristoteles Masih Menentukan Cara Kita Berpikir Hari Ini

4.     "Seorang pangeran tidak boleh memegang janji jika itu akan merugikan kepentingannya, dan jika alasan yang membuatnya berjanji sudah tidak ada lagi."
Machiavelli menekankan bahwa fleksibilitas dan pragmatisme lebih penting daripada konsistensi dalam menjaga janji, terutama jika situasi telah berubah.

5.     "Senjata dan hukum berjalan beriringan, tetapi senjata lebih diperlukan daripada hukum."
Ia menegaskan bahwa kekuatan militer atau kekuasaan fisik sering kali lebih efektif dalam menjaga stabilitas daripada sekadar penegakan hukum.

Halaman Selanjutnya
img_title