Ketika Kebebasan Pers Dibelenggu: Siapa yang Sebenarnya Mengontrol Narasi Media?
- Cuplikan Layar
Salah satu contoh paling jelas dari manipulasi media adalah bagaimana media besar memainkan peran dalam membentuk opini publik mengenai Perang Irak pada tahun 2003. Ketika pemerintahan Presiden George W. Bush mengklaim bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal (WMD), media besar di Amerika Serikat, seperti CNN, Fox News, dan The New York Times, hampir tanpa ragu menyiarkan klaim tersebut tanpa memberikan verifikasi atau melibatkan narasumber yang kritis terhadap klaim itu. Narasi yang disebarkan oleh pemerintah dan media utama membantu membentuk opini publik yang mendukung invasi militer.
Hanya setelah perang dimulai dan tidak ada senjata pemusnah massal ditemukan, barulah beberapa media mulai mengungkapkan kesalahan dalam laporan yang mereka terbitkan. Namun, kerusakan sudah terjadi—perang telah berlangsung dan ribuan nyawa melayang. Ini adalah contoh bagaimana media, yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas pemerintah, justru terjebak dalam agenda kekuasaan yang lebih besar.
Sensasi Media di Indonesia
Di Indonesia, fenomena serupa juga dapat dilihat dalam cara media meliput pemilu dan peristiwa politik. Media yang dimiliki oleh konglomerat besar sering kali memiliki afiliasi dengan tokoh politik atau partai tertentu. Sebagai contoh, beberapa saluran berita besar di Indonesia, seperti TV One dan Kompas TV, sering kali dipandang memiliki kecenderungan bias terhadap kelompok atau individu tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi bagaimana mereka melaporkan berita politik, dengan memilih untuk menyoroti pencapaian tertentu dan mengabaikan atau memanipulasi informasi yang dapat merugikan pihak yang mereka dukung.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena berita hoaks dan kampanye disinformasi semakin marak, terutama menjelang pemilu. Media sosial yang semakin berkembang juga memainkan peran penting dalam membentuk narasi politik di Indonesia, di mana banyak pihak menggunakan platform ini untuk menyebarkan informasi yang sengaja dibentuk untuk mendukung agenda politik mereka.
Meningkatkan Literasi Media dan Dukungan terhadap Media Independen
Sebagai konsumen media, kita harus lebih kritis dalam mengonsumsi informasi yang disajikan kepada kita. Kritik terhadap media dan kemampuan untuk menganalisis informasi secara mandiri menjadi hal yang sangat penting. Media independen yang berfokus pada jurnalisme investigasi, seperti Tirto.id di Indonesia atau ProPublica di Amerika Serikat, sering kali lebih berani mengungkap kebenaran dan menyajikan berita yang tidak dipengaruhi oleh kekuasaan ekonomi atau politik.