Ketika Kebebasan Pers Dibelenggu: Siapa yang Sebenarnya Mengontrol Narasi Media?
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA - Di zaman yang semakin terhubung ini, kita cenderung percaya bahwa media massa adalah pilar kebebasan dan transparansi, yang memberikan informasi secara adil dan objektif kepada publik. Namun, kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Setiap hari kita terpapar pada berbagai informasi dari berbagai media—baik itu televisi, surat kabar, maupun platform digital. Namun, apakah semua informasi tersebut benar-benar mencerminkan kenyataan yang ada? Atau apakah ada kekuatan tersembunyi yang memengaruhi bagaimana berita disajikan dan bagaimana opini publik dibentuk?
Buku Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media karya Noam Chomsky dan Edward S. Herman memberikan sebuah jawaban yang menggugah. Dalam buku ini, keduanya mengungkap bagaimana media massa, terutama di negara-negara besar seperti Amerika Serikat, telah dijadikan alat untuk memanipulasi opini publik, dan bagaimana kepemilikan media yang terpusat di tangan segelintir konglomerat mengurangi kebebasan pers. Mereka menunjukkan bahwa media tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi lebih sebagai alat propaganda yang dikendalikan oleh kelompok elit politik dan ekonomi. Hal ini membuat kebebasan pers semakin terancam dan kebenaran sering kali terdistorsi demi keuntungan dan kekuasaan.
Dampak Kepemilikan Media terhadap Kebebasan Pers
Kepemilikan media yang terkonsentrasi di tangan beberapa konglomerat besar menjadi salah satu alasan utama di balik distorsi informasi di media. Ketika beberapa perusahaan besar menguasai mayoritas saluran berita, maka keputusan mengenai berita apa yang harus dipublikasikan, bagaimana cara penyajiannya, dan siapa yang harus diberitakan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pemilik media tersebut. Pemilik media, yang umumnya adalah orang-orang dengan kekuasaan ekonomi dan politik yang besar, memiliki pengaruh yang kuat untuk memastikan bahwa berita yang mereka sajikan tidak mengancam kepentingan mereka.
Media besar tidak hanya mengendalikan informasi yang kita terima, tetapi juga mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia. Dalam banyak kasus, mereka menyajikan berita yang menguntungkan kelompok elit dan mengabaikan atau bahkan memutarbalikkan fakta yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Misalnya, berita tentang ketimpangan sosial atau korupsi sering kali diberitakan secara terbatas atau tidak disorot sama sekali, sementara berita yang dapat menguntungkan korporasi besar atau kepentingan politik tertentu lebih sering mendapat tempat utama.
Media yang dimiliki oleh konglomerat besar ini sering kali juga terikat oleh berbagai kontrak bisnis yang melibatkan iklan dari perusahaan-perusahaan besar yang menjadi sumber pendapatan utama mereka. Dalam kondisi seperti ini, media menjadi sangat berhati-hati untuk tidak memublikasikan berita yang dapat merugikan para pengiklan besar. Berita yang dapat mengancam hubungan bisnis dengan korporasi besar atau bahkan menggoyahkan stabilitas ekonomi sering kali sengaja diabaikan atau dihilangkan.
Lima Filter Propaganda dalam Media