"Brilliant Jerk: Jenius di Kantor, Tapi Nyebelin?"
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Pernah nggak sih kerja bareng orang yang super jenius, tapi sikapnya bikin kepala pening? Mereka punya ide-ide cemerlang, bisa nyelesain masalah dalam sekejap, bahkan kadang jadi pahlawan perusahaan. Tapi, kalau diajak ngobrol, bukannya enak malah bikin kesal. Nah, orang-orang kayak gini sering disebut sebagai brilliant jerk.
Mereka memang luar biasa secara intelektual, tapi interaksi sosialnya nol besar. Nggak jarang mereka bikin suasana kerja jadi toxic karena ego yang kelewat tinggi. Jadi, pertanyaannya: sepenting apa kejeniusan mereka kalau bikin tim nggak nyaman?
Brilliant Jerk Itu Siapa Sih?
Kebayang kan, ada satu orang di kantor yang kalau kerja super efektif, idenya brilian, dan sering jadi orang pertama yang menyelesaikan tugas-tugas sulit? Tapi begitu ngobrol atau kerja sama tim, mereka suka ngegas, meremehkan orang lain, atau sok tahu? Nah, itulah brilliant jerk!
Biasanya mereka nggak sadar kalau kelakuannya nyebelin. Dari sisi perusahaan, mereka sering dianggap aset berharga karena kemampuannya yang luar biasa. Tapi, buat rekan kerja? Duh, bisa bikin stres!
Di industri teknologi, kreatif, bahkan bisnis, orang-orang kayak gini sering dapat perlakuan spesial. Perusahaan takut kehilangan mereka karena kontribusinya gede banget. Tapi, semakin banyak perusahaan mulai sadar, kalau suasana kerja nggak nyaman, tim malah jadi nggak produktif.
Kenapa Brilliant Jerk Bisa Betah di Kantor?
Sebenarnya, banyak perusahaan yang nggak punya pilihan. Mereka butuh orang-orang super cerdas ini buat ngejalanin proyek besar. Apalagi kalau bidangnya teknologi atau analisis data, di mana orang dengan skill tinggi itu langka banget.
Bos atau manajemen sering kali mikir, “Ya udah deh, yang penting kerjaannya beres.” Masalahnya, kalau satu orang bikin suasana kerja kacau, yang lain bisa kehilangan motivasi. Bahkan ada kasus di mana banyak karyawan resign gara-gara harus kerja sama si brilliant jerk ini.
Perusahaan besar seperti Netflix atau Google sebenarnya udah mulai sadar akan hal ini. Mereka lebih fokus ke budaya kerja yang sehat daripada cuma ngejar talenta luar biasa tanpa attitude.
Efek Brilliant Jerk ke Lingkungan Kerja
Bayangin, kamu kerja di sebuah tim yang seharusnya solid. Tapi ada satu orang yang selalu ngerasa paling jago dan nggak mau dengerin pendapat orang lain. Bisa jadi dia bener, tapi kalau komunikasinya buruk, malah bikin orang lain males berkontribusi.
Efek lainnya? Banyak rekan kerja yang kehilangan kepercayaan diri. Mereka jadi ragu buat kasih ide karena takut diremehkan. Dalam jangka panjang, kreativitas tim bisa mati, dan kantor malah kehilangan talenta-talenta hebat yang nggak tahan kerja dalam lingkungan toxic.
Terus, siapa yang rugi? Jelas, perusahaan juga. Karena akhirnya mereka harus terus kehilangan karyawan potensial hanya demi mempertahankan satu orang yang “hebat tapi nyebelin.”
Kejeniusan vs. Attitude, Mana yang Lebih Penting?
Sekarang, makin banyak perusahaan yang sadar kalau attitude itu penting banget. Skill masih bisa dipelajari, tapi kalau sifat buruk udah mendarah daging, susah banget diubah. Makanya, kecerdasan emosional mulai jadi faktor utama dalam rekrutmen.
Orang yang bisa kerja bareng, menghargai rekan kerja, dan membangun suasana positif biasanya lebih bisa berkembang dalam jangka panjang. Sementara itu, brilliant jerk yang nggak mau berubah lama-lama bakal ditinggalkan.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang nyaman bisa meningkatkan produktivitas hingga 30%. Jadi, punya satu orang jenius tapi toxic sering kali malah lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Gimana Cara Ngelola Brilliant Jerk di Kantor?
Kalau kamu punya rekan kerja yang masuk kategori ini, sebenarnya ada beberapa cara buat menghadapinya. Salah satunya dengan komunikasi yang jelas dan tegas. Jangan takut buat ngasih feedback soal sikap mereka, siapa tahu mereka nggak sadar kalau perilakunya merugikan orang lain.
Dari sisi perusahaan, penting banget buat mengadakan pelatihan soal kecerdasan emosional. Bukan cuma buat brilliant jerk, tapi buat semua karyawan biar lebih paham cara kerja tim yang sehat.
Tapi kalau setelah semua usaha tetap nggak ada perubahan? Ya udah, mungkin itu tandanya perusahaan harus mulai cari pengganti. Karena mempertahankan seseorang yang bikin tim nggak nyaman sama aja kayak investasi di aset yang salah.
Brilliant jerk memang bisa jadi kartu as di perusahaan, tapi kalau mereka bikin lingkungan kerja nggak sehat, apa masih layak dipertahankan? Kejeniusan tanpa attitude yang baik cuma bakal bikin tim terpecah dan motivasi kerja turun.
Sekarang, makin banyak perusahaan yang sadar kalau kerja tim jauh lebih penting dibanding satu orang jenius yang nggak bisa beradaptasi. Jadi, kalau kamu kerja di kantor dengan seseorang yang super berbakat tapi nyebelin, coba deh pertimbangkan: apakah kehebatannya benar-benar sebanding dengan dampaknya ke lingkungan kerja?