Yoyok KOPITU: KADIN Gagal Tangkap Potensi Global Penempatan Pekerja Migran Formal

Yoyok Pitoyo (sebelah kiri)
Sumber :
  • Handoko

Jakarta, WISATA - Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), Yoyok Pitoyo, kembali menyampaikan kritik tajam terhadap Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Kali ini, Yoyok menyoroti ketidakmampuan KADIN dalam memanfaatkan peluang global, khususnya terkait penempatan pekerja migran formal. Menurutnya, program-program strategis yang sudah ada, seperti yang diatur dalam perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), seharusnya dapat dimaksimalkan oleh KADIN untuk memperluas akses tenaga kerja Indonesia, terutama yang formal, di pasar internasional.

Yoyok KOPITU: Anindya Bakrie Harus Ubah KADIN Jadi “Kandang Jago”, Bukan “Jago Kandang”

Potensi Besar Pekerja Migran Formal yang Belum Dimanfaatkan

Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam hal penempatan pekerja migran formal. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), tenaga kerja migran formal dari Indonesia hanya berjumlah sekitar 12% dari total pekerja migran yang dikirim ke luar negeri pada 2023. Sementara itu, 88% lainnya merupakan pekerja di sektor informal, seperti asisten rumah tangga dan buruh.

Toko Buku Terindah di Dunia akan Ditutup dalam Waktu 3 Tahun

Peluang untuk menempatkan pekerja formal ke luar negeri sangat besar, terutama di negara-negara maju yang membutuhkan tenaga kerja terampil di berbagai sektor, seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, Inggris, dan Polandia. Sayangnya, KADIN dinilai gagal menangkap peluang ini secara optimal. Padahal, penempatan tenaga kerja formal dapat memberikan keuntungan besar bagi Indonesia, baik dari segi peningkatan pendapatan negara maupun transfer ilmu dan keterampilan.

Kegagalan Menindaklanjuti Program Ketenagakerjaan IA-CEPA

Munaslub Ancam Kestabilan Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid: Kita Harus Tegak pada Hukum

Salah satu contoh ketidakmampuan KADIN dalam memanfaatkan peluang global adalah program ketenagakerjaan yang tersedia dalam perjanjian IA-CEPA. Yoyok menjelaskan bahwa IA-CEPA memberikan akses yang luas bagi tenaga kerja Indonesia, khususnya yang formal, untuk bekerja di Australia melalui tiga jenis visa utama, yaitu:

  1. Work and Holiday Visa (Subclass 462): Visa ini memungkinkan warga negara Indonesia berusia 18-30 tahun untuk bekerja dan liburan di Australia selama 12 bulan. Ini adalah kesempatan besar bagi tenaga kerja muda Indonesia untuk mendapatkan pengalaman kerja internasional.
  2. Temporary Work (Subclass 403): Visa ini memungkinkan pertukaran tenaga kerja terampil antara Indonesia dan Australia. Melalui program ini, tenaga kerja Indonesia bisa belajar keterampilan baru di Australia dan meningkatkan kompetensinya.
  3. Training Visa (Subclass 407): Visa ini memberikan peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk magang di Australia, sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman praktis di bidangnya.

Namun, menurut Yoyok, meskipun program-program tersebut sudah tersedia melalui IA-CEPA, KADIN tidak pernah menindaklanjutinya secara serius. "KADIN seharusnya bisa mengambil peran besar dalam memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja formal Indonesia di pasar global, tetapi hal ini tidak dilakukan," tegas Yoyok.

Potensi Pasar Ketenagakerjaan di Korea Selatan, Jepang, Inggris, dan Polandia

Selain Australia melalui IA-CEPA, Indonesia juga memiliki peluang besar untuk menempatkan tenaga kerja formal di negara-negara lain, seperti Korea Selatan, Jepang, Inggris, dan Polandia. Masing-masing negara ini memiliki kebutuhan tenaga kerja terampil yang dapat diisi oleh tenaga kerja formal Indonesia, terutama di sektor-sektor strategis.

  1. Korea Selatan: Korea Selatan memiliki program Skill Employee, yang memungkinkan tenaga kerja formal dari Indonesia untuk bekerja di sektor-sektor tertentu, seperti manufaktur dan konstruksi. Banyak perusahaan di Korea Selatan yang membutuhkan tenaga kerja asing terampil karena kekurangan tenaga kerja lokal di sektor-sektor tersebut.
  2. Jepang: Jepang memiliki kebutuhan besar akan tenaga kerja di sektor kesehatan dan perawatan lansia. Melalui program kerja sama bilateral, Indonesia dapat mengirim tenaga kerja formal yang terampil dan profesional untuk bekerja di Jepang, khususnya di sektor keperawatan dan kesehatan. Jepang adalah salah satu negara yang sangat terbuka untuk menerima pekerja asing terampil.
  3. Inggris: Inggris, terutama setelah Brexit, semakin membuka peluang bagi tenaga kerja terampil dari luar Uni Eropa. Kebutuhan akan tenaga kerja formal di sektor teknologi, kesehatan, dan keuangan di Inggris sangat besar, dan Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi permintaan tersebut.
  4. Polandia: Polandia, sebagai salah satu negara yang berkembang pesat di Eropa Timur, juga membutuhkan tenaga kerja terampil di sektor-sektor tertentu, seperti teknologi dan industri. Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk mengirim tenaga kerja formal yang berkompeten ke Polandia.

Namun, lagi-lagi Yoyok menegaskan bahwa KADIN belum maksimal dalam menjajaki peluang-peluang ini. Menurutnya, KADIN seharusnya lebih proaktif dalam mengembangkan kerja sama bilateral dengan negara-negara yang membutuhkan tenaga kerja formal dari Indonesia.

KADIN Harus Berperan Lebih Aktif

Yoyok juga menegaskan bahwa KADIN seharusnya tidak hanya berperan sebagai perantara proyek-proyek besar dalam negeri, tetapi juga harus proaktif dalam membuka peluang kerja di sektor ketenagakerjaan internasional. Menurutnya, peran KADIN seharusnya bukan hanya untuk mengurus proyek-proyek yang menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan peluang kerja bagi tenaga kerja formal Indonesia di luar negeri.

"Pemerintah semestinya hanya memberikan dukungan dalam bentuk regulasi, bukan sekadar membagi kue proyek yang langsung dinikmati oleh segelintir pihak. KADIN seharusnya lebih berfokus pada penciptaan peluang kerja dan menjajaki sektor-sektor yang belum tergarap dengan baik, seperti ketenagakerjaan formal," ujar Yoyok.

Harapan Besar pada Anindya Bakrie

Dengan terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua KADIN yang baru, Yoyok berharap ada perubahan besar dalam cara KADIN menjalankan fungsinya. Menurutnya, Anindya harus mampu mengorganisir KADIN agar lebih responsif terhadap peluang global dan memaksimalkan program-program ketenagakerjaan internasional, seperti IA-CEPA dan kerja sama bilateral dengan negara-negara lain.

"Anindya Bakrie harus bisa menjadikan KADIN sebagai wadah yang kompeten dalam menghadapi tantangan global. Jangan hanya jago kandang. KADIN harus bisa menindaklanjuti program-program strategis, seperti IA-CEPA, dan memanfaatkan potensi besar tenaga kerja formal Indonesia di pasar internasional," pungkas Yoyok.

Yoyok menegaskan bahwa KADIN perlu diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan memahami sektor-sektor tertentu, seperti ketenagakerjaan formal. Hanya dengan demikian, KADIN dapat berperan lebih besar dalam membuka dan menangkap peluang kerja bagi tenaga kerja Indonesia di pasar global dan meningkatkan daya saing tenaga kerja nasional.

Tantangan Besar di Masa Depan

KADIN di bawah kepemimpinan Anindya Bakrie dihadapkan pada tantangan besar. Transformasi KADIN menjadi lembaga yang mampu memanfaatkan peluang global di sektor ketenagakerjaan formal adalah salah satu tantangan utama yang harus dihadapi. Diharapkan, KADIN dapat membuka jalan bagi pekerja formal Indonesia untuk bersaing di kancah global dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.