Peringati 69 Tahun K-SARBUMUSI: Serukan Revolusi Ketenagakerjaan di Era Prabowo-Gibran
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA - Pada 27 September 1955, di pabrik gula Tulangan Sidoarjo, berdirilah Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI), serikat buruh tertua di Indonesia yang hingga kini masih bertahan. Dalam memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-69, SARBUMUSI kembali menegaskan pentingnya perubahan besar di sektor ketenagakerjaan. Dengan pemerintahan baru Prabowo-Gibran, SARBUMUSI memandang momen ini sebagai peluang emas untuk memperbaiki nasib buruh di Indonesia. Dalam pidatonya, Irham Ali Saifuddin, Presiden DPP Konfederasi SARBUMUSI, menyatakan, “Pemerintahan baru harus membuka ruang dialog sosial guna mengevaluasi, mengoreksi, dan merevisi UU Cipta Kerja agar lebih berorientasi pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, produktivitas dunia usaha, dan kesejahteraan buruh.”
UU Cipta Kerja: Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Buruh
Salah satu isu terbesar yang diangkat oleh SARBUMUSI adalah Undang-Undang Cipta Kerja, terutama klaster ketenagakerjaan. UU ini dianggap kontroversial karena beberapa pasal yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha dan melemahkan hak-hak buruh. SARBUMUSI mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membuka ruang dialog guna mengevaluasi dan mengoreksi UU ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 75% buruh merasa bahwa UU Cipta Kerja lebih menguntungkan pengusaha, sementara hanya 20% yang percaya undang-undang tersebut memberikan perlindungan yang adil bagi mereka.
Dalam konteks ini, SARBUMUSI menekankan pentingnya penyeimbangan antara kepentingan dunia usaha dan kesejahteraan buruh. Penghapusan aturan yang memperlemah posisi buruh, seperti alih daya yang masif, perlu menjadi prioritas.
Kesejahteraan Buruh: Menuju Standar Hidup yang Lebih Layak
Selain UU Cipta Kerja, SARBUMUSI juga mendorong peningkatan kesejahteraan buruh, termasuk upah minimum yang adil dan fasilitas tunjangan kesejahteraan seperti transportasi dan perumahan. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, sekitar 40% buruh di Indonesia masih menerima upah di bawah standar layak hidup. Kondisi ini semakin diperburuk dengan sistem alih daya yang menghilangkan hak-hak pekerja tetap.
Seruan SARBUMUSI sangat relevan mengingat pemerintah Prabowo-Gibran perlu melakukan intervensi terhadap pasar tenaga kerja agar keseimbangan ekonomi dapat tercapai. Peningkatan kualitas hidup buruh bukan hanya soal upah, tetapi juga mencakup tunjangan sosial dan fasilitas yang mendukung produktivitas mereka.