YOLO, FOMO, FOPO: Gaya Hidup Instan yang Merusak Masa Depan Generasi Muda

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Dalam beberapa tahun terakhir, konsep YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People's Opinion) telah mendominasi cara berpikir dan bertindak generasi muda. Meski awalnya terlihat sebagai cara untuk menjalani hidup secara maksimal, gaya hidup ini sebenarnya bisa membawa dampak serius terhadap masa depan generasi muda, terutama terkait dengan kesehatan mental, keuangan, dan pengembangan diri.

Generasi YOLO, FOMO, dan FOPO: Apakah Kita Menuju Krisis Identitas?

YOLO: Hidup untuk Hari Ini, Mengabaikan Masa Depan?

YOLO mengajarkan bahwa hidup hanya sekali, sehingga harus dinikmati sepenuhnya. Meskipun prinsip ini terdengar positif, ia juga bisa mendorong perilaku yang tidak bertanggung jawab. Banyak anak muda yang mengambil risiko finansial atau emosional demi mengejar pengalaman singkat, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

Film-Film yang Mengubah Dunia: 7 Karya Sinema yang Akan Menginspirasi Hidupmu

Menurut survei dari Bank Indonesia, sekitar 45% anak muda di Indonesia cenderung menghabiskan penghasilannya untuk pengalaman seperti traveling, hiburan, dan belanja online daripada menabung atau berinvestasi. Gaya hidup YOLO dapat memperburuk masalah keuangan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki perencanaan keuangan yang matang.

FOMO: Ketakutan yang Membuat Kehidupan Tak Tenang

Rahasia Kuno Silent Walking yang Baru Terungkap: Cara Efektif Mengatasi Burnout

Sementara YOLO mendorong individu untuk hidup maksimal, FOMO menciptakan kecemasan bahwa mereka akan ketinggalan pengalaman atau peluang penting. Dalam dunia yang sangat terkoneksi, FOMO semakin terasa melalui media sosial, di mana setiap orang terlihat selalu bersenang-senang dan menikmati hidup yang sempurna.

Sebuah survei dari Ipsos menyebutkan bahwa 57% anak muda di bawah usia 30 tahun mengalami kecemasan sosial akibat FOMO, dengan mayoritas merasa tertekan untuk terus mengikuti tren dan acara-acara sosial. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan mental, tetapi juga mendorong perilaku konsumtif yang berlebihan.

Halaman Selanjutnya
img_title