Stoicisme: Dilema dan Pengambilan Keputusan Bijak

Marcus Aurelius Tokoh Stoicism dan Keluarga
Sumber :
  • La Monde

Malang, WISATA - Dalam pembahasan Stoicisme sebelumnya, kita telah berfokus pada kasus sederhana: seorang individu yang menimbang pilihan antara dua "adiaphora" (hal-hal yang tidak berpengaruh langsung pada kebahagiaan) yang saling berlawanan. Namun, kenyataannya proses pengambilan keputusan dalam kehidupan seringkali lebih kompleks.

Ibn Sina: "Keadilan adalah Kebajikan yang Menyeimbangkan Hak dan Kewajiban, …"

Stoicisme mengakui bahwa pengambilan keputusan dalam dunia nyata sering kali melibatkan:

  • Banyak aktor: Lebih dari satu individu yang terlibat dan terpengaruh oleh keputusan yang diambil.
  • Banyak pilihan: Tidak hanya dua "adiaphora" yang dipertimbangkan, tetapi lebih banyak pilihan yang harus ditimbang.
  • Keadaan yang rumit: Situasi yang dihadapi mungkin tidak secara langsung menunjukkan tindakan atau fungsi yang tepat.

Stoa menekankan bahwa kegagalan dalam melakukan "fungsi yang sesuai" (katahekon) bertentangan dengan prinsip "hidup selaras dengan alam". Oleh karena itu, para filsuf Stoa berupaya membantu individu berlatih mengambil keputusan bijak dalam situasi yang rumit.

Al-Farabi: "Keadilan adalah Pengetahuan tentang Hak dan Kewajiban serta ,..."

Para filsuf Stoa Yunani menulis karya-karya yang berfokus pada "Fungsi yang Sesuai" (Peri Kathêkontôn), salah satunya adalah karya Panaetius yang menjadi dasar risalah Cicero berjudul "De Officiis".

Asas Utama Stoa dalam Pengambilan Keputusan:

  • Menganggap "adiaphora" sebagai bahan baku kebijaksanaan: Individu berbudi luhur harus menimbang "adiaphora" secara objektif, terlepas dari preferensi pribadi, saat mengambil keputusan.
  • Keadilan dalam pembagian "adiaphora": Keadilan mengharuskan pembagian "adiaphora" yang adil kepada setiap individu.
  • Mengutamakan kepentingan bersama: Dalam situasi tertentu, individu berbudi luhur mungkin harus memilih "adiaphora" yang kurang disukai untuk dirinya sendiri demi kepentingan orang lain.
Inilah 9 Quote Terbaik tentang Keadilan dari Para Filsuf Muslim

Sebagai contoh, dalam kondisi tertentu, "fungsi yang sesuai" bisa berarti mengorbankan hidup sendiri, misalnya untuk menyelamatkan orang lain atau menghindari penderitaan yang lebih besar di masa depan.

Meskipun mungkin tampak sederhana, Stoa tidak menganut aturan "memaksimalkan total 'adiaphora' yang disukai untuk sebanyak mungkin orang". Sebaliknya, para filsuf Stoa tidak memiliki prinsip tunggal untuk menentukan "fungsi yang sesuai" dalam setiap skenario (lihat Brennan 2005, bab 11-13).

Meskipun tidak ada rumus tunggal, para filsuf Stoa seperti Seneca menawarkan "panduan" atau "aturan praktis" untuk membantu individu menemukan keputusan yang tepat. Contohnya, dalam surat-surat moralnya, Seneca memberikan arahan untuk mengambil keputusan yang selaras dengan nilai-nilai dan kebijaksanaan.

Meskipun berasal dari Yunani Kuno, prinsip-prinsip Stoicisme dalam pengambilan keputusan tetap relevan di masa kini. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat:

  • Mempertimbangkan berbagai perspektif dan konsekuensi sebelum mengambil keputusan.
  • Mendiskusikan dan berkolaborasi dengan orang lain untuk menemukan solusi yang adil dan bijaksana.
  • Menerima pengorbanan pribadi demi kepentingan bersama dalam situasi tertentu.