Panduan Singkat dari Massimo Pigliucci Membangun Kekuatan Diri dengan Stoisisme
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – Di tengah tekanan kehidupan modern yang semakin kompleks, filsuf Massimo Pigliucci mengajak kita untuk kembali ke dalam diri, membangun kekuatan pribadi yang tak tergoyahkan melalui filosofi Stoik. Dalam buku terkenalnya How to Be a Stoic, Pigliucci menawarkan panduan praktis untuk mengembangkan ketangguhan mental, kejernihan berpikir, dan kendali diri di tengah dunia yang penuh distraksi dan gejolak emosi.
Filsafat yang berasal dari Yunani Kuno ini, yang dulu dipraktikkan oleh tokoh-tokoh seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius, kini diperkenalkan kembali oleh Pigliucci dengan sentuhan modern yang relevan bagi kehidupan masa kini. Inti pesannya jelas: kita tidak selalu bisa mengendalikan apa yang terjadi, tetapi kita selalu bisa mengendalikan cara kita merespons.
Apa Itu Kekuatan Diri dalam Stoisisme?
Stoisisme mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan berasal dari luar—bukan dari kekayaan, status sosial, atau pujian—melainkan dari dalam. Menurut Pigliucci, kekuatan diri adalah kemampuan untuk hidup sesuai dengan kebajikan (virtue) dan mengarahkan kehidupan berdasarkan prinsip moral yang kukuh, bukan dorongan emosional sesaat.
“Menjadi kuat secara Stoik bukan berarti tidak merasakan emosi, tapi mampu memprosesnya dengan jernih dan bijak,” ujar Pigliucci dalam salah satu wawancara bersama The Philosophy Now Podcast.
Dikotomi Kendali: Pilar Kekuatan Stoik
Konsep fundamental yang menjadi pondasi kekuatan diri adalah dikotomi kendali. Dalam ajaran Epictetus yang dihidupkan kembali oleh Pigliucci, kehidupan terdiri dari dua kategori: hal-hal yang berada dalam kendali kita (pikiran, tindakan, reaksi), dan hal-hal yang tidak (cuaca, opini orang, hasil akhir).