Seneca: Menjadi Sahabat bagi Diri Sendiri Adalah Bentuk Kemajuan Tertinggi
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA — Di tengah dunia yang terus bergerak cepat dan dipenuhi oleh tuntutan eksternal, kutipan dari filsuf Stoik Romawi, Seneca, menghadirkan refleksi yang mendalam:
“What progress, you ask, have I made? I have begun to be a friend to myself.”
Atau dalam terjemahan bebasnya: “Kemajuan apa, tanyamu, yang telah aku capai? Aku telah mulai menjadi sahabat bagi diriku sendiri.”
Kutipan ini mengundang kita untuk melihat ulang makna sejati dari kemajuan pribadi. Tidak selalu tentang prestasi akademik, materi, atau status sosial — tetapi tentang hubungan yang kita bangun dengan diri kita sendiri.
Mengapa Persahabatan dengan Diri Sendiri Itu Penting?
Dalam masyarakat yang kompetitif, kita sering diajarkan untuk menjadi yang terbaik di mata orang lain. Namun, jarang sekali kita diajarkan untuk menjadi sahabat terbaik bagi diri sendiri. Padahal, kehidupan yang sehat secara mental dan emosional sangat bergantung pada kualitas hubungan kita dengan diri sendiri.
Menjadi sahabat bagi diri sendiri berarti menerima kekurangan, memahami luka, memberi dukungan saat jatuh, dan memaafkan kegagalan. Ini adalah bentuk cinta yang paling mendasar — namun justru sering diabaikan.
Kehidupan Modern dan Jebakan Penolakan Diri
Di era media sosial, banyak orang tanpa sadar hidup dalam penolakan terhadap dirinya sendiri. Kita terlalu sibuk membandingkan hidup kita dengan kehidupan orang lain yang tampak sempurna secara visual. Akibatnya, muncul perasaan tidak cukup baik, tidak berharga, bahkan membenci diri sendiri.