Jules Evans: “Mencari Makna dalam Penderitaan Membuat Penderitaan Itu Tidak Sia-Sia”
- Cuplikan layar
Pernyataan Evans ini mengingatkan pada pemikiran Viktor Frankl, seorang psikiater dan penyintas kamp konsentrasi Nazi, yang menulis buku "Man’s Search for Meaning". Frankl menyatakan bahwa manusia bisa bertahan dalam kondisi paling buruk sekalipun jika mereka bisa menemukan makna di balik penderitaan mereka.
Evans menggabungkan ide-ide ini dengan pendekatan Stoik dari filsuf seperti Marcus Aurelius dan Epictetus, yang mengajarkan bahwa kita tidak memiliki kontrol atas apa yang menimpa kita, tetapi kita selalu memiliki kontrol atas bagaimana kita meresponsnya. Dalam penderitaan, terkandung potensi untuk membentuk karakter dan memperkuat keutamaan seperti ketabahan, keberanian, dan kebijaksanaan.
Relevansi di Tengah Krisis Global
Di era pascapandemi, krisis iklim, dan tekanan hidup modern, banyak orang mengalami penderitaan emosional dan eksistensial. Kutipan Jules Evans menjadi sangat relevan sebagai pengingat bahwa penderitaan bisa menjadi jalan menuju pertumbuhan batin dan transformasi diri, jika disikapi dengan reflektif dan terbuka.
Para psikolog juga mulai mengakui pentingnya pendekatan makna dalam terapi. Logotherapy, misalnya, menunjukkan bahwa pasien yang menemukan makna dalam penderitaan mereka memiliki tingkat resiliensi dan kebahagiaan yang lebih tinggi.
Penutup: Filsafat yang Membebaskan
Kutipan Jules Evans, “Mencari makna dalam penderitaan membuat penderitaan itu tidak sia-sia,” membuka ruang kontemplatif dalam memahami kehidupan. Bahwa bukan penderitaan itu sendiri yang menentukan siapa kita, melainkan pilihan kita untuk menemukan makna di dalamnya. Inilah esensi dari filsafat praktis: bukan sekadar berpikir, tetapi menghidupi nilai-nilai kebijaksanaan dalam keseharian, termasuk saat menghadapi masa-masa sulit.