Seneca: “Amarah yang Tak Terkendali Lebih Menyakiti Kita Daripada Luka yang Menyebabkannya”
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA — Dalam perjalanan hidup yang penuh dinamika, perasaan marah merupakan emosi manusiawi yang tak terhindarkan. Namun filsuf Romawi kuno, Lucius Annaeus Seneca, memberikan peringatan mendalam melalui kutipannya yang berbunyi:
“Anger, if not restrained, is frequently more hurtful to us than the injury that provokes it.”
Kutipan ini, yang masih sangat relevan hingga hari ini, mengingatkan kita bahwa amarah yang tidak terkendali sering kali membawa kerugian yang jauh lebih besar daripada kejadian atau perlakuan yang memicunya. Dalam filsafat Stoikisme yang dianut oleh Seneca, pengendalian emosi adalah inti dari kebijaksanaan dan kebajikan hidup.
Amarah: Emosi Alamiah yang Bisa Menjadi Bencana
Marah adalah reaksi alami terhadap perlakuan yang tidak adil, pengkhianatan, atau bahkan frustrasi terhadap keadaan. Namun, ketika amarah itu membara tanpa kendali, ia bisa berubah menjadi kekuatan destruktif — bukan hanya terhadap orang lain, tetapi terutama terhadap diri sendiri. Dalam banyak kasus, orang melakukan tindakan bodoh, mengatakan hal-hal yang disesali, atau bahkan merusak hubungan hanya karena tidak mampu mengelola kemarahannya.
Seneca secara bijak melihat bahwa kemarahan yang dibiarkan tumbuh liar bagaikan api yang membakar tidak hanya penyulutnya, tetapi seluruh ladang emosi dan rasionalitas yang kita miliki.
Perspektif Stoikisme: Menguasai Diri adalah Kunci