Donald Robertson: “Mengendalikan Emosi Bukan Berarti Menekannya, Tetapi Memahaminya dan Merespons dengan Bijak”
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA — Dalam dunia yang penuh tekanan dan ketidakpastian, kemampuan mengelola emosi menjadi salah satu keterampilan penting dalam kehidupan modern. Emosi yang tidak terkendali dapat merusak hubungan, mengganggu pekerjaan, bahkan merusak kesehatan mental. Namun, banyak orang keliru memahami bahwa mengendalikan emosi berarti menekannya. Meluruskan kekeliruan ini, psikoterapis dan penulis Stoik modern, Donald Robertson, mengingatkan kita:
“Mengendalikan emosi bukan berarti menekannya, tetapi memahaminya dan merespons dengan bijak.”
Kutipan ini bukan sekadar ungkapan filosofis, melainkan refleksi dari pengalaman Robertson dalam menerapkan prinsip Stoikisme dalam psikoterapi modern. Artikel ini akan membahas secara mendalam makna kutipan tersebut, bagaimana pengendalian emosi dipahami dalam Stoikisme dan psikologi kognitif, serta langkah-langkah praktis agar kita bisa mengelola emosi secara sehat dan bijaksana.
Makna Mendalam dari Kutipan Robertson
Emosi seperti kemarahan, kecemasan, ketakutan, dan kesedihan adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Namun, banyak budaya modern menganggap bahwa menjadi "kuat" berarti tidak menunjukkan emosi atau menekannya. Sayangnya, pendekatan ini justru berpotensi berbahaya.
Menurut Donald Robertson, menekan emosi hanya akan menyebabkan akumulasi tekanan batin yang suatu saat bisa meledak. Sebaliknya, memahami emosi berarti mengenali sumbernya, mengakui keberadaannya, dan memilih respons yang sehat. Itulah yang dimaksud dengan kendali sejati.
Dalam Stoikisme, kendali terhadap emosi bukanlah dengan menjadi "dingin", tetapi dengan menjadi rasional, sadar, dan terkendali dalam bertindak.
Stoikisme: Memahami Emosi sebagai Hasil Penilaian
Stoikisme mengajarkan bahwa emosi ekstrem bukanlah hasil dari kejadian itu sendiri, melainkan dari penilaian kita terhadap kejadian tersebut. Jika kita menilai suatu peristiwa sebagai bencana atau ancaman, maka muncullah rasa takut atau marah. Jika kita mampu menilai secara objektif dan rasional, kita dapat menjaga ketenangan batin.