Plato dan Socrates: Ketika Kebenaran Filsafat Dipertanyakan oleh Sang Guru Sendiri

Plato Fisuf Yunani Kuno
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA – Dalam sejarah panjang filsafat Barat, hubungan antara guru dan murid selalu menjadi topik menarik. Salah satu hubungan intelektual yang paling berpengaruh dalam sejarah adalah antara Socrates dan Plato. Meski dikenal sebagai murid setia Socrates, ternyata Plato tak luput dari kritik gurunya sendiri. Bahkan, dalam salah satu kisah yang terkenal, Socrates dikisahkan dengan nada bercanda namun penuh makna berkata, “Demi Herakles, betapa banyak kebohongan yang dikatakan anak muda ini tentang diriku!” setelah mendengarkan Plato membacakan dialog Lysis.

Plato: “Saya Adalah Orang Paling Bijak karena Saya Tahu bahwa Saya Tidak Tahu Apa-apa”

Ucapan itu mengacu pada isi dari Lysis, dialog yang membahas konsep persahabatan. Plato menempatkan Socrates sebagai tokoh utama dalam dialog tersebut, sebagaimana biasa ia lakukan dalam hampir seluruh karyanya. Namun menurut beberapa sumber, Socrates merasa tidak semua kata-kata yang ditulis dalam dialog tersebut benar-benar mewakili pemikirannya. Ia merasa Plato telah menambahkan banyak hal yang tidak pernah ia katakan.

Antara Fakta dan Imajinasi Filosofis

Chrysippus: “Emosi Tidaklah Alamiah Jika Merusak Rasionalitas”

Apa yang diungkapkan Socrates ini membuka diskusi penting mengenai kebenaran dalam karya filosofis. Sejauh mana seorang penulis boleh menafsirkan, bahkan mungkin "meminjam suara" tokoh yang telah tiada untuk menyampaikan pemikiran pribadi? Plato, yang dikenal sebagai penulis dialog-dialog filosofis, memang tidak pernah menulis dalam bentuk traktat langsung. Ia selalu menggunakan format dialog, dan Socrates kerap menjadi tokoh utama.

Namun, ketika Socrates merasa “difitnah” oleh tulisan Plato, kita dihadapkan pada persoalan besar dalam sejarah pemikiran: apakah setiap kata yang disematkan pada Socrates benar-benar keluar dari mulutnya, atau justru merupakan hasil imajinasi dan pengembangan Plato sendiri?

Chrysippus: “Dengan Mengendalikan Penilaian Kita, Kita Mengendalikan Emosi Kita”

Di sini, kita bisa belajar tentang etika dalam menyampaikan pemikiran. Bahkan dalam dunia konten modern, etika ini tetap berlaku: apakah kita boleh menyampaikan pendapat dengan mengatasnamakan tokoh besar hanya karena kita merasa sejalan? Jawabannya tentu menuntut kehati-hatian dan tanggung jawab intelektual.

Plato: Murid yang Mandiri dalam Gagasan

Halaman Selanjutnya
img_title