Belajar Bersyukur dari Seorang Kaisar: Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Terdekat
- Image Creator Bing/Handoko
Malang, WISATA – Artikel ini ditulis berdasarkan buku Meditations, sebuah catatan pribadi dari Marcus Aurelius, Kaisar Romawi yang hidup antara tahun 121 hingga 180 M. Dalam buku tersebut, Marcus tidak hanya menuliskan refleksi filosofis tentang hidup dan kematian, tetapi juga mengenang dan mensyukuri pengaruh orang-orang terdekat yang membentuk karakternya sebagai manusia dan pemimpin.
Bagian pembuka dari Meditations, yang dikenal sebagai Buku I, adalah salah satu bagian paling menyentuh dari seluruh karya. Marcus menggunakan bagian ini untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada orang tua, keluarga, guru, hingga sahabat dan rekan kerja. Sikap bersyukur yang tulus ini mencerminkan ajaran filsafat Stoik bahwa kita harus menghargai apa yang telah kita terima dalam hidup, sekecil apa pun bentuknya.
Warisan Nilai dari Ayah dan Ibu
Marcus mengawali tulisannya dengan mengenang ibunya, yang mengajarkan hidup sederhana, jauh dari kemewahan istana. Ia menulis bahwa ibunya adalah sosok yang murah hati, rendah hati, dan penuh kasih sayang. Sementara dari ayahnya, ia belajar tentang kejujuran, keberanian moral, serta pentingnya integritas dalam tindakan.
Ia menuliskan, "Dari ayahku, aku belajar hidup bersahaja dan memiliki karakter yang teguh dalam menghadapi tantangan." Kalimat ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh sang ayah dalam membentuk cara pandang Marcus terhadap kehidupan dan kekuasaan.
Para Guru sebagai Penerang Jalan
Marcus juga menuliskan rasa terima kasih kepada para guru yang telah membimbingnya sejak muda. Dari Diognetus, ia belajar untuk tidak mudah percaya pada takhayul dan untuk mencintai kebebasan berpikir. Dari Rusticus, Marcus belajar pentingnya berpikir jujur, tidak sombong, dan tidak tergoda popularitas.
Salah satu pelajaran penting dari Rusticus adalah bagaimana menulis dan berbicara dengan jelas tanpa terlalu bergantung pada kata-kata yang rumit. "Dari dia, aku belajar untuk menulis tanpa basa-basi dan berfokus pada isi, bukan gaya," tulis Marcus. Ini menunjukkan bahwa bagi seorang filsuf sekaligus pemimpin, kejujuran dalam berkomunikasi lebih penting daripada tampilan luar yang memukau.
Belajar dari Teman dan Rekan Seperjuangan
Tak hanya keluarga dan guru, Marcus juga mengenang rekan-rekan kerjanya. Ia bersyukur atas kejujuran dan kesetiaan mereka, serta atas kebijaksanaan yang ia peroleh dari pergaulan sehari-hari. Dari mereka, Marcus belajar bahwa kebajikan tidak hanya bisa diajarkan, tetapi juga ditularkan melalui teladan hidup.
Salah satu hal yang menarik dalam tulisan ini adalah betapa Marcus tidak menulis dengan nada superior. Meski ia seorang Kaisar, ia tetap merendahkan hati dan menyadari bahwa semua nilai baik dalam dirinya bukanlah hasil dari dirinya sendiri, melainkan akumulasi dari ajaran, contoh, dan kasih sayang orang-orang di sekelilingnya.
Makna Bersyukur dalam Stoikisme
Dalam ajaran Stoikisme, rasa syukur bukan sekadar ucapan terima kasih, tetapi merupakan bentuk kesadaran akan keberadaan kita di tengah semesta yang penuh keterbatasan. Stoik mengajarkan bahwa kita harus menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, termasuk orang-orang dalam hidup kita, dengan penuh kesadaran dan penghargaan.
Marcus mengajarkan bahwa sikap bersyukur adalah dasar dari ketenangan batin. Ketika kita mampu mengenang jasa orang lain dan menyadari bahwa kita tidak berjalan sendirian, maka hati kita akan dipenuhi ketenangan dan rasa cukup.
Pelajaran bagi Pembaca Masa Kini
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif, kita sering lupa untuk menghargai mereka yang telah berjasa dalam hidup kita—baik orang tua, guru, pasangan, maupun sahabat. Buku Meditations mengingatkan bahwa rasa terima kasih adalah kunci kebahagiaan sejati.
Jika seorang Kaisar Romawi, yang memiliki kuasa besar atas wilayah luas dan tentara yang setia, bisa duduk dan merenung tentang kebaikan orang-orang di sekelilingnya, mengapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama?
Menulis daftar terima kasih, seperti yang dilakukan Marcus, bisa menjadi cara efektif untuk menyadari kekayaan hidup yang tak terlihat oleh mata. Kita mungkin tidak menyadari, tetapi hidup kita dibentuk oleh banyak tangan yang pernah membantu, menuntun, dan menginspirasi.
Akhir Kata
Bersyukur bukan berarti puas dalam arti stagnan, tetapi merupakan bentuk penghargaan terhadap perjalanan hidup. Marcus Aurelius memberikan teladan tentang bagaimana menjadi manusia yang kuat tanpa kehilangan hati, dan menjadi pemimpin yang besar tanpa kehilangan rasa hormat terhadap yang kecil.
Dengan mengenang jasa orang-orang terdekat, kita tidak hanya memperkaya batin, tetapi juga memperkuat karakter untuk menghadapi hidup yang penuh tantangan.