Apakah Demensia Bisa Menurun pada Anak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Ilustrasi Penderita Dimensia
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Demensia merupakan kondisi penurunan fungsi kognitif yang mengganggu kemampuan seseorang dalam berpikir, mengingat, dan menjalani aktivitas sehari-hari. Salah satu pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat adalah: apakah demensia bisa menurun pada anak? Pertanyaan ini sangat wajar, terutama jika ada anggota keluarga dekat—seperti orang tua atau kakek-nenek—yang pernah mengalami kondisi ini.

"Bergeraklah Perlahan, dan Kau Akan Pergi Jauh" – Filosofi Ikigai untuk Hidup yang Lebih Bermakna

Secara umum, demensia bukanlah penyakit yang langsung diwariskan kepada anak-anak. Namun, ada beberapa jenis demensia yang memang memiliki komponen genetik yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan kondisi ini di masa depan. Selain faktor genetik, risiko demensia juga dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup.

1. Demensia dan Faktor Genetik

Ikigai: “Makan Sampai 80% Kenyang” – Rahasia Panjang Umur dan Kesehatan dari Jepang

Beberapa jenis demensia memang memiliki kaitan erat dengan faktor keturunan. Dalam kasus-kasus tertentu, jika salah satu orang tua mengalami jenis demensia tertentu, anak-anaknya bisa saja memiliki risiko yang lebih tinggi.

a. Penyakit Alzheimer

Teh Campur Jeruk Nipis: Rahasia Segar dan Sehat yang Jarang Diketahui Banyak Orang

Jenis demensia yang paling umum ini bisa bersifat genetik, terutama pada Alzheimer onset dini (early-onset Alzheimer), yang terjadi sebelum usia 65 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mutasi genetik seperti APP, PSEN1, dan PSEN2 dapat meningkatkan risiko penyakit ini secara signifikan. Jika salah satu orang tua mengidap Alzheimer dini, anak-anak mereka berpotensi membawa gen serupa dan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kondisi yang sama.

b. Penyakit Huntington

Ini adalah kondisi neurologis yang sangat terkait dengan faktor keturunan. Penyakit Huntington diwariskan secara dominan, yang berarti jika salah satu orang tua memiliki gen tersebut, setiap anak memiliki peluang 50% untuk mewarisinya. Penyakit ini biasanya menyerang pada usia paruh baya dan dapat menyebabkan gangguan kognitif, motorik, serta emosional—termasuk gejala-gejala demensia.

2. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Juga Berperan

Meskipun genetika bisa menjadi faktor pemicu, lingkungan dan kebiasaan hidup memainkan peran yang tidak kalah penting dalam perkembangan demensia. Gaya hidup tidak sehat yang diwariskan secara sosial—bukan secara genetik—juga dapat meningkatkan risiko.

  • Pola makan yang buruk, seperti konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula
  • Kurang aktivitas fisik
  • Paparan stres berkepanjangan
  • Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan

Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan keluarga dengan pola hidup seperti ini, risiko mereka terhadap penyakit kognitif juga meningkat, meskipun mereka tidak membawa gen demensia.

Selain itu, penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi juga berperan dalam meningkatkan risiko demensia. Jika kondisi-kondisi ini tidak dikelola dengan baik, potensi kerusakan pada pembuluh darah di otak akan meningkat—yang bisa berujung pada demensia vaskular.

3. Risiko Demensia pada Jenis Lain

Tidak semua jenis demensia memiliki hubungan genetik yang kuat. Misalnya:

  • Demensia vaskular: Umumnya disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak dan lebih berkaitan dengan penyakit pembuluh darah serta gaya hidup daripada faktor keturunan langsung.
  • Demensia frontotemporal: Beberapa kasus memiliki unsur genetik, tetapi masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami pola warisannya.

Dengan kata lain, meskipun ada beberapa kasus di mana faktor keturunan terlibat, demensia tidak selalu menurun secara otomatis pada anak-anak.

4. Pencegahan Melalui Gaya Hidup Sehat

Banyak penelitian terbaru menunjukkan bahwa risiko demensia bisa ditekan melalui perubahan gaya hidup yang positif. Bahkan bagi mereka yang memiliki faktor genetik sekalipun, pola hidup sehat bisa memperlambat atau mencegah munculnya gejala.

Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

  • Rutin berolahraga minimal 30 menit sehari
  • Mengonsumsi makanan sehat seperti buah, sayuran, ikan, dan lemak sehat (misalnya dari alpukat atau minyak zaitun)
  • Menjaga kesehatan mental dengan terus belajar hal baru, bermain teka-teki, atau membaca
  • Menjalin hubungan sosial yang baik dan aktif dalam komunitas
  • Mengelola stres dengan meditasi atau teknik relaksasi lainnya
  • Mengontrol tekanan darah, kadar gula darah, dan kolesterol

Langkah-langkah ini tidak hanya baik untuk otak, tetapi juga membantu menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

5. Pentingnya Konsultasi dan Tes Genetik

Jika dalam keluarga terdapat riwayat demensia, terutama demensia Alzheimer atau Huntington, sangat disarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter spesialis saraf atau ahli genetika. Tes genetik bisa dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang membawa mutasi gen tertentu yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

Namun perlu diingat bahwa hasil tes genetik tidak memberikan kepastian bahwa seseorang pasti akan mengidap demensia. Tes ini hanya menunjukkan risiko relatif, bukan diagnosis pasti.

Kesimpulan

Demensia memang bisa memiliki komponen genetik, tetapi tidak selalu diwariskan secara langsung pada anak-anak. Jenis demensia seperti Alzheimer dini dan Penyakit Huntington memiliki risiko genetik yang lebih tinggi, sementara bentuk lainnya seperti demensia vaskular lebih dipengaruhi oleh gaya hidup dan kesehatan umum.

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu—terlepas dari riwayat keluarga—untuk menerapkan pola hidup sehat, menjaga kesehatan mental dan fisik, serta melakukan pemeriksaan medis secara berkala. Dengan begitu, kita bisa meningkatkan peluang untuk menjalani masa tua yang sehat dan bermakna.