Menghadapi Keluhan Penderita Demensia yang Merasa Ditinggalkan: Pendekatan Penuh Kasih, Kesabaran, dan Spiritualitas
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA - Menghadapi orang yang kita cintai saat mereka berkata, “Kalian tidak peduli lagi sama aku,” bisa terasa menyakitkan, terutama jika kita sudah mencurahkan seluruh tenaga, waktu, dan cinta dalam merawat mereka. Kalimat semacam itu kerap muncul dari bibir penderita demensia—sebuah kondisi yang membuat otak mengalami penurunan fungsi secara bertahap.
Demensia bukan sekadar lupa nama atau tempat, tetapi juga menciptakan kebingungan emosional, perasaan terasing, dan sering kali membuat penderitanya merasa benar-benar sendirian, meskipun dikelilingi orang yang menyayangi mereka. Dalam situasi ini, kesabaran, empati, dan kasih sayang menjadi kunci utama, dibarengi dengan pendekatan spiritual untuk menenangkan hati mereka maupun hati kita sendiri sebagai keluarga.
1. Pahami Bahwa Keluhan Mereka Berasal dari Kebingungan, Bukan Niat Menyalahkan
Salah satu tantangan dalam merawat penderita demensia adalah memahami bahwa mereka tidak sepenuhnya menyadari apa yang mereka katakan atau rasakan. Otak mereka yang mengalami gangguan sering kali menciptakan realitas baru—di mana mereka merasa ditinggalkan, meski kenyataannya tidak.
Daripada membantah atau menyangkal, lebih baik kita mengonfirmasi dan merespons emosi mereka dengan lembut. Misalnya, saat mereka berkata, “Aku sendirian terus,” kita bisa menjawab:
“Maaf ya kalau Ibu merasa begitu. Tapi Ibu tidak sendirian kok, aku di sini sama Ibu.”
Kalimat yang mengandung pengakuan terhadap perasaan mereka jauh lebih menenangkan daripada penjelasan rasional yang sulit mereka pahami.
2. Gunakan Sentuhan Lembut untuk Menyampaikan Cinta Tanpa Kata