5 Hal yang Tidak Bisa Dibantah oleh Kaum Sofis dari Socrates Ketika Berdebat tentang Kebenaran
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah perdebatan panjang mengenai hakikat kebenaran, Socrates dikenal sebagai sosok yang tak kenal lelah mencari kebenaran melalui dialog kritis dan introspeksi mendalam. Di sisi lain, kaum sofis—para pengajar retorika profesional di Yunani Kuno—menekankan bahwa kebenaran itu bersifat relatif, bergantung pada sudut pandang dan konteks individu. Perbedaan mendasar ini telah menimbulkan perdebatan yang tak berkesudahan antara pencarian kebenaran mutlak dan argumen yang dibangun semata-mata untuk memenangkan debat. Dalam konteks inilah, Socrates memberikan lima hal yang menurutnya tidak bisa dibantah oleh kaum sofis ketika mereka berdebat tentang kebenaran.
Artikel ini mengupas secara mendalam lima hal tersebut, serta implikasinya terhadap pemikiran dan praktik komunikasi di era digital saat ini.
1. Pengakuan atas Ketidaktahuan: Dasar dari Kebijaksanaan Sejati
Salah satu pernyataan paling ikonik dari Socrates adalah, "Aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa." Pernyataan ini bukan sekadar ekspresi kerendahan hati, melainkan juga fondasi dari metode dialektika Socratic. Socrates percaya bahwa pengakuan atas ketidaktahuan adalah langkah awal untuk mencapai kebijaksanaan yang sejati.
Mengapa Hal Ini Tidak Bisa Dibantah oleh Kaum Sofis?
Kaum sofis sering kali mengklaim bahwa mereka memiliki pengetahuan yang bisa diajarkan dan dibuktikan melalui argumen retoris. Namun, Socrates menunjukkan bahwa pengetahuan yang sebenarnya harus dimulai dari kesadaran akan keterbatasan diri. Tanpa pengakuan bahwa kita tidak mengetahui segalanya, tidak mungkin untuk mencari kebenaran secara mendalam.
Penerapan di Era Digital:
Di era informasi yang serba cepat ini, banyak pihak mengklaim kebenaran berdasarkan data yang belum tentu diverifikasi secara menyeluruh. Literasi digital menjadi kunci, sehingga setiap individu harus belajar untuk mengakui keterbatasan pengetahuannya dan terus mencari sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Studi dari Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa peningkatan literasi digital dapat menurunkan tingkat penyebaran informasi yang tidak diverifikasi hingga 30%.
2. Metode Dialektika: Proses Bertanya yang Menggali Kebenaran