Sains Sebagai Warisan Universal: Ketika Dunia Islam Memeluk dan Dunia Barat Mengembangkan
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA – Dalam lintasan sejarah peradaban manusia, sains telah menjadi jembatan penghubung lintas budaya, agama, dan benua. Salah satu momen penting dalam sejarah ini adalah ketika dunia Islam menjadi pusat intelektual global, mengambil, mengembangkan, dan menyebarluaskan pengetahuan yang diwariskan oleh peradaban Yunani dan Romawi. Namun, perjalanan sains tidak berhenti di sana. Dunia Barat kemudian mengambil tongkat estafet, mengembangkannya lebih jauh hingga menjadi fondasi bagi kemajuan teknologi modern. Artikel ini mengupas bagaimana sains menjadi warisan universal yang terus berkembang dari satu peradaban ke peradaban lainnya.
Zaman Keemasan Islam: Memeluk dan Memperkaya Pengetahuan Yunani
Pada abad ke-8 hingga ke-13 M, dunia Islam memasuki era yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam (Islamic Golden Age). Kota-kota seperti Baghdad, Kairo, dan Cordoba menjadi pusat pembelajaran dan inovasi. Salah satu lembaga paling terkenal adalah Baitul Hikmah di Baghdad, tempat di mana karya-karya Yunani klasik diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Filsuf dan ilmuwan seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Al-Razi memimpin upaya penerjemahan ini. Namun, mereka tidak hanya menerjemahkan; mereka juga memperluas dan memperkaya gagasan yang ada. Sebagai contoh, Al-Khwarizmi, seorang matematikawan terkenal, mengembangkan konsep aljabar yang menjadi dasar bagi matematika modern. Nama "aljabar" sendiri berasal dari istilah Arab "al-jabr."
Di bidang kedokteran, Ibnu Sina melalui karyanya Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine) memberikan panduan medis yang sistematis dan komprehensif, yang kemudian menjadi rujukan utama di universitas-universitas Eropa selama lebih dari lima abad.
Sains dalam Perspektif Dunia Islam
Yang membedakan pendekatan dunia Islam terhadap sains adalah bahwa sains dipandang sebagai cara untuk memahami ciptaan Tuhan. Dalam pandangan ini, mempelajari alam semesta adalah bentuk ibadah. Al-Qur'an sering mengajak umat manusia untuk merenungkan tanda-tanda Tuhan di alam semesta, yang menjadi motivasi spiritual bagi banyak ilmuwan Muslim.
Ibnu Rusyd, seorang filsuf asal Andalusia, misalnya, memandang bahwa agama dan filsafat dapat berjalan beriringan. Melalui karyanya yang menjembatani pemikiran Aristoteles dengan teologi Islam, ia memberikan dasar filosofis bagi penerimaan sains dalam dunia Muslim.
Renaisans Eropa: Ketika Dunia Barat Mengembangkan Warisan Islam
Ketika Eropa memasuki Abad Kegelapan, dunia Islam sedang berada pada puncak kejayaannya. Namun, melalui kontak perdagangan dan Perang Salib, Eropa mulai mengenal kembali warisan intelektual yang telah lama terlupakan. Banyak karya ilmiah dari dunia Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh para sarjana Eropa, seperti Gerard of Cremona dan Adelard of Bath.
Salah satu contoh paling mencolok adalah adopsi sistem angka Hindu-Arab, yang jauh lebih efisien dibandingkan sistem angka Romawi. Sistem ini memungkinkan kemajuan pesat dalam matematika dan keuangan di Eropa.
Pada abad ke-15 dan 16, dunia Barat mulai mengembangkan warisan ini lebih jauh. Revolusi ilmiah yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Copernicus, Galileo, dan Newton meletakkan dasar bagi sains modern. Namun, mereka tidak memulai dari nol. Sebaliknya, mereka berdiri di atas bahu para raksasa intelektual dari dunia Islam.
Warisan yang Terlupakan: Mengapa Penting untuk Mengenang?
Meskipun dunia Islam pernah menjadi pusat inovasi global, warisan ini sering kali terlupakan dalam narasi sejarah modern. Salah satu alasan utamanya adalah dominasi kolonialisme Barat, yang menggeser fokus sejarah ke pencapaian peradaban Eropa.
Selain itu, internalisasi gagasan bahwa sains dan agama tidak dapat berjalan bersama sering kali menghambat generasi muda di dunia Islam untuk mengenali dan bangga pada warisan intelektual mereka. Padahal, sejarah menunjukkan bahwa harmoni antara keduanya justru melahirkan inovasi.
Hari ini, dengan meningkatnya inisiatif digitalisasi manuskrip kuno dan penelitian lintas budaya, kita memiliki peluang untuk menggali kembali sejarah yang kaya ini. Proyek seperti Manuskrip Digital Islam (Islamic Manuscripts Digitization) oleh berbagai lembaga internasional telah membuka akses ke dokumen-dokumen penting dari era keemasan dunia Islam.
Masa Depan Sains: Membangun di Atas Warisan Universal
Sains adalah milik semua manusia, tanpa memandang agama atau kebangsaan. Memahami perjalanan sejarah sains dari Yunani ke dunia Islam, lalu ke Eropa, menunjukkan bahwa kemajuan tidak pernah menjadi monopoli satu peradaban saja.
Dunia saat ini menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim, krisis energi, dan pandemi global. Untuk mengatasinya, kita membutuhkan pendekatan lintas disiplin dan lintas budaya, seperti yang ditunjukkan oleh sejarah sains.
Dengan menghargai dan mempelajari kembali warisan intelektual dunia Islam, kita tidak hanya mengoreksi narasi sejarah tetapi juga membuka peluang untuk kolaborasi yang lebih inklusif di masa depan.
Sains adalah bahasa universal yang melampaui batas geografis dan keyakinan. Perjalanan sains dari Yunani, melalui dunia Islam, hingga ke Eropa adalah bukti nyata bahwa pengetahuan berkembang melalui kolaborasi dan saling belajar. Saat kita menatap masa depan, penting untuk mengenang dan menghormati kontribusi semua peradaban dalam membentuk dunia modern yang kita nikmati hari ini.