"Apakah Aku Seekor Kutu atau Seorang Manusia?" Pergulatan Eksistensial Dostoevsky yang Relevan Sepanjang Masa
- Image Creator/Handoko
Di dunia modern, pertanyaan seperti yang diajukan Raskolnikov tetap relevan. Banyak orang menghadapi tekanan untuk "melampaui" batas-batas, baik itu dalam karier, hubungan, atau pencapaian pribadi. Namun, tekanan ini sering kali mengakibatkan konflik batin yang mendalam, mirip dengan apa yang dialami oleh tokoh Dostoevsky.
Sebuah studi dari American Psychological Association menunjukkan bahwa 64% orang dewasa melaporkan merasa tertekan untuk terus menjadi "lebih baik" atau mencapai lebih banyak. Sementara itu, data dari World Health Organization (WHO) mencatat peningkatan signifikan dalam kasus depresi global, yang sering kali berakar pada rasa ketidakpuasan diri.
Tekanan ini, yang diperburuk oleh media sosial dan budaya pencapaian, menciptakan standar yang sulit dicapai dan sering kali tidak realistis. Akibatnya, banyak orang merasa gagal atau bahkan kehilangan arah dalam hidup.
Melampaui Batas atau Menerima Diri?
Dilema antara melampaui batas dan menerima diri adalah inti dari konflik eksistensial. Beberapa orang percaya bahwa melampaui batas adalah cara untuk mencapai potensi penuh mereka, sementara yang lain menemukan kebahagiaan dalam penerimaan diri.
Dalam Crime and Punishment, Raskolnikov mencoba melampaui batas moralitas manusia, tetapi ia akhirnya menyadari bahwa melampaui batas-batas ini tanpa panduan etis hanya membawa kehancuran. Pesan Dostoevsky jelas: melampaui batas hanya bermakna jika dilakukan dengan tujuan yang benar dan dalam kerangka moral yang kokoh.
Di sisi lain, konsep menerima diri sebagai "manusia biasa" juga memiliki kekuatan tersendiri. Penelitian dari University of California menunjukkan bahwa orang yang menerima diri mereka dengan segala kekurangan cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan mereka yang terus-menerus mengejar kesempurnaan.