Mengapa Stoikisme Kembali Populer? Panduan Hidup Tenang dari Massimo Pigliucci hingga Tim Ferriss
- Tangkapan Layar
Jakarta, WISATA - Di tengah dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan, Stoikisme, sebuah filosofi kuno yang berasal dari Yunani dan Roma, kembali menemukan tempatnya di hati masyarakat. Ajaran yang berusia lebih dari 2.000 tahun ini ternyata relevan dengan kehidupan era digital. Berkat upaya tokoh-tokoh modern seperti Massimo Pigliucci, Tim Ferriss, dan Donald Robertson, Stoikisme kini diadopsi oleh banyak orang sebagai panduan praktis untuk hidup tenang dan seimbang.
Stoikisme: Filosofi untuk Hidup yang Lebih Bijak
Stoikisme pertama kali dikembangkan oleh Zeno dari Citium sekitar abad ke-3 SM. Prinsip utamanya adalah hidup selaras dengan alam, memahami apa yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan, serta berfokus pada kebajikan sebagai inti dari kehidupan yang baik. Filosofi ini diajarkan oleh tokoh-tokoh besar seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius, yang karyanya menjadi rujukan penting hingga saat ini.
Namun, bagaimana Stoikisme dapat bertahan di tengah era digital yang penuh tekanan sosial, informasi berlebihan, dan tantangan emosional? Jawabannya terletak pada penerapan praktis filosofi ini yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat modern oleh berbagai tokoh.
Massimo Pigliucci: Menyederhanakan Stoikisme
Massimo Pigliucci, seorang filsuf dan penulis buku How to Be a Stoic, memainkan peran penting dalam membawa Stoikisme ke arus utama. Dalam bukunya, Pigliucci menyederhanakan prinsip-prinsip Stoikisme sehingga mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjelaskan bagaimana Stoikisme dapat membantu seseorang menghadapi tantangan modern, mulai dari tekanan kerja hingga hubungan sosial.
Pigliucci juga menekankan pentingnya latihan harian dalam Stoikisme, seperti refleksi diri dan meditasi pagi. Dengan latihan ini, seseorang dapat meningkatkan kontrol diri dan ketenangan pikiran, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun.