Jejak Intelektual Thales: Bagaimana Pemikirannya Membentuk Dasar Ilmu Pengetahuan?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Thales dari Miletus, seorang filsuf Yunani kuno, dianggap sebagai salah satu pelopor utama ilmu pengetahuan dan filsafat Barat. Dengan pendekatan revolusioner terhadap pemahaman alam, ia melepaskan diri dari penjelasan mitologis dan menggantinya dengan rasionalitas dan observasi. Artikel ini membahas bagaimana jejak intelektual Thales membentuk dasar ilmu pengetahuan yang kita kenal hari ini.
Thales: Pelopor Filsafat Alam
Thales lahir sekitar tahun 624 SM di kota Miletus, wilayah Asia Kecil (sekarang Turki). Sebagai seorang filsuf, ia sering disebut sebagai "bapak filsafat Barat" karena menjadi orang pertama yang mencoba memahami alam semesta melalui akal dan bukti empiris, bukan mitos atau kepercayaan tradisional. Ia percaya bahwa fenomena alam dapat dijelaskan melalui hukum-hukum alam yang rasional dan konsisten.
Pemikiran Thales yang paling terkenal adalah keyakinannya bahwa air adalah arche atau elemen dasar dari semua hal. Menurutnya, segala sesuatu di alam semesta berasal dari air dan bergantung padanya untuk keberlangsungan. Pemikiran ini, meskipun sederhana, menunjukkan usaha awal untuk menemukan prinsip fundamental di balik keberadaan materi.
Awal Ilmu Pengetahuan: Berpikir Rasional dan Observasi
Salah satu kontribusi terbesar Thales adalah pendekatannya yang mengutamakan observasi dan logika. Sebelum Thales, penjelasan tentang fenomena alam sering kali didasarkan pada kepercayaan akan dewa-dewa atau entitas supernatural. Thales memulai pendekatan baru yang menekankan pentingnya mengamati pola di alam dan mencari penjelasan yang masuk akal.
Sebagai contoh, Thales mengamati pola air, hujan, dan sungai dalam hubungannya dengan kehidupan. Ia menyimpulkan bahwa air adalah elemen utama yang menopang kehidupan. Pandangan ini, meskipun terbukti tidak sepenuhnya akurat oleh sains modern, merupakan langkah awal menuju pemikiran ilmiah berbasis hipotesis.