Jane Austen: Suara Tajam yang Mengubah Wajah Sastra dan Sosial Inggris
- Cuplikan layar
Kekuatan Austen juga terletak pada gaya penulisannya. Ia tidak menyampaikan kritik secara kasar atau konfrontatif. Sebaliknya, ia menggunakan ironi, humor, dan kecerdasan untuk menyindir kebodohan, kemunafikan, dan kepalsuan dalam masyarakat kelas menengah dan bangsawan Inggris.
Dalam Pride and Prejudice, misalnya, kalimat pembuka novel ini sering dikutip sebagai bentuk satire halus terhadap pandangan masyarakat saat itu:
“It is a truth universally acknowledged, that a single man in possession of a good fortune, must be in want of a wife.”
Atau dalam bahasa Indonesia:
“Sudah menjadi kebenaran yang diakui secara universal bahwa seorang pria lajang yang memiliki kekayaan besar pasti membutuhkan seorang istri.”
Di balik kalimat yang terdengar ringan ini, Austen sedang menyindir budaya patriarki yang menjadikan pernikahan bukan soal cinta, tetapi transaksi sosial dan ekonomi.
Kritik Sosial yang Relevan Hingga Kini
Walaupun ditulis lebih dari dua abad lalu, tema-tema yang diangkat Jane Austen tetap relevan di zaman sekarang. Isu mengenai ekspektasi sosial terhadap perempuan, tekanan untuk menikah, dan pentingnya otonomi pribadi masih menjadi perbincangan global. Austen, dengan karyanya, telah memberi kontribusi besar dalam membuka jalan bagi penulis-penulis perempuan dan memperluas batas narasi tentang perempuan dalam sastra.
Selain itu, kritik sosialnya terhadap kelas dan kemapanan juga terus mendapat perhatian. Austen menunjukkan bahwa karakter dan akhlak tidak selalu selaras dengan status sosial. Dalam novelnya, orang kaya bisa jadi bodoh dan sombong, sedangkan mereka yang sederhana bisa jadi lebih bermartabat.