Serikat Pekerja dalam Arus Transformasi Digital: Tantangan dan Strategi Bertahan di Era Gig Economy
- Handoko/istimewa
Ankara, Turki, WISATA – Dalam Kongres Internasional yang diselenggarakan oleh Memur-Sen dan dihadiri para delegasi dari berbagai negara anggota, Suharjono, atau yang akrab disapa Mr. Jhon, selaku Wakil Presiden International Labour Confederation (ILC), menyampaikan pidato penting terkait tantangan besar yang dihadapi Serikat Pekerja (SP) dalam menghadapi gelombang transformasi digital.
"Transformasi digital telah mengubah wajah dunia kerja secara fundamental. Otomatisasi, kecerdasan buatan, dan sistem kerja berbasis platform telah mendesak Serikat Pekerja untuk mengubah paradigma perjuangan mereka," ujar Mr. Jhon dalam sambutannya pada 20 April 2025 di Ankara, Turki.
Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi SP saat ini adalah ketidakmampuan regulasi ketenagakerjaan yang ada untuk mengakomodasi kebutuhan pekerja digital dan mereka yang berada di sektor gig economy.
Keterbatasan Regulasi dan Status Hukum Pekerja Digital
Regulasi ketenagakerjaan yang masih berorientasi pada hubungan kerja formal menyebabkan banyak pekerja digital tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai. “Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 belum mampu menjangkau pekerja berbasis platform seperti pengemudi ojek online atau pekerja freelance yang kini jumlahnya terus meningkat,” jelas Mr. Jhon.
Ia menambahkan bahwa pekerja digital kerap kali tidak memiliki status hukum yang jelas, sehingga mereka kehilangan hak dasar seperti jaminan sosial, upah minimum, dan terutama hak untuk berserikat.
Perubahan Solidaritas dan Identitas Kelas Pekerja