Anatomi FOMO dalam Budaya Pop: Bagaimana Keinginan untuk Tidak Ketinggalan Mengubah Tren di Indonesia

YOLO, FOMO, FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Media Sosial: Mesin Penggerak FOMO

"Apakah Aku Seekor Kutu atau Seorang Manusia?" Pergulatan Eksistensial Dostoevsky yang Relevan Sepanjang Masa

Media sosial adalah katalis utama yang memperkuat FOMO di masyarakat. Algoritma platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter dirancang untuk menampilkan konten yang paling relevan dan menarik. Ketika suatu tren atau acara menjadi viral, pengaruhnya dapat meluas dengan cepat.

Sebagai contoh, tantangan seperti "Joget TikTok" atau tren kuliner seperti "es krim boba" dengan cepat mendapatkan perhatian publik. Menurut Hootsuite, 78% pengguna media sosial di Indonesia pernah merasa terpengaruh untuk mencoba sesuatu karena melihatnya di media sosial. Hal ini menunjukkan bagaimana platform digital membentuk preferensi dan keputusan masyarakat.

Stoicisme Modern: Solusi Bijak Keluar dari Lingkaran YOLO, FOMO, dan FOPO

FOMO dalam Pariwisata: Dari Pantai Hingga Pegunungan

Industri pariwisata adalah salah satu sektor yang paling diuntungkan oleh FOMO. Destinasi wisata yang viral sering kali menarik ribuan pengunjung dalam waktu singkat. Misalnya, kawasan Bukit Holbung di Sumatera Utara dan Desa Pinggan di Bali menjadi populer berkat unggahan media sosial yang menampilkan keindahan alamnya.

Wisata JOMO dan Stoicisme Modern: Kunci Hidup Tenang di Era YOLO dan FOMO

Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa kunjungan ke destinasi wisata domestik meningkat 32% pada tahun 2024, dengan sebagian besar dipengaruhi oleh konten viral. Namun, ada tantangan yang muncul, seperti kerusakan lingkungan akibat over-tourism dan kurangnya pengelolaan.

FOMO dan Kehidupan Sosial

Halaman Selanjutnya
img_title