Retorika dan Manipulasi: Warisan Kaum Sofis yang Masih Hidup di Era Modern

Perdebatan Plato dan Kaum Sofis (ilustrasi)
Sumber :
  • Handoko/istimewa

Jakarta, WISATA - Kaum sofis, sekelompok pemikir Yunani kuno, dikenal sebagai pionir dalam seni retorika dan debat. Namun, mereka juga kerap dituding sebagai manipulator kebenaran yang hanya peduli pada kemenangan dalam argumen. Meskipun muncul pada abad ke-5 SM, pengaruh kaum sofis terus terasa hingga era modern. Retorika dan strategi manipulasi yang mereka ciptakan kini mewarnai berbagai aspek kehidupan, mulai dari politik hingga media sosial. Pertanyaannya, bagaimana warisan kaum sofis tetap relevan dan digunakan dalam masyarakat saat ini?

Solusi Cerdas, Mengatasi Brain Rot Akibat Konten Receh dengan Stoikisme Modern dan JOMO

Kaum Sofis: Ahli Retorika dan Kontroversi Kebenaran
Kaum sofis dikenal sebagai pengajar profesional yang mengajarkan seni berbicara dan berargumen. Mereka meyakini bahwa kebenaran bersifat relatif dan dapat didefinisikan oleh individu atau situasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal, Protagoras, menyatakan, "Manusia adalah ukuran segala sesuatu." Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk membangun argumen yang meyakinkan, bahkan untuk isu yang bertentangan.

Namun, pandangan ini juga mengundang kritik tajam. Lawan mereka, seperti Socrates, menilai bahwa kaum sofis lebih mementingkan kemenangan dalam debat daripada pencarian kebenaran sejati. Meski demikian, kaum sofis tetap diakui sebagai peletak dasar retorika modern yang menjadi alat penting dalam komunikasi.

Hidup Anda Terasa Kacau dan Berantakan? Mungkin Anda Terkena ‘Brain Rot’ Akibat Konten Receh!

Manipulasi Retorika dalam Politik
Di era modern, seni retorika ala kaum sofis terlihat jelas dalam dunia politik. Politikus menggunakan strategi komunikasi untuk membangun citra positif dan memengaruhi opini publik. Kampanye politik sering kali memanfaatkan teknik persuasi yang dirancang untuk membentuk persepsi masyarakat, meskipun faktanya mungkin berbeda.

Sebuah studi oleh Harvard Kennedy School (2022) menunjukkan bahwa lebih dari 70% kampanye politik global menggunakan narasi emosional untuk menarik perhatian pemilih, sebuah pendekatan yang berakar pada prinsip sofisme. Misalnya, slogan yang singkat tetapi kuat, seperti "Make America Great Again," dirancang untuk menggerakkan emosi tanpa harus menjelaskan secara mendalam bagaimana tujuan itu akan dicapai.

Kaum Sofis vs Socrates: Mengungkap Kontroversi Abadi dalam Sejarah Filsafat

Media Sosial: Arena Baru Retorika dan Manipulasi
Selain politik, warisan kaum sofis juga terlihat dalam dinamika media sosial. Platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok menjadi medan di mana retorika dan manipulasi memainkan peran besar. Influencer dan pembuat konten sering kali menggunakan strategi komunikasi untuk menarik perhatian, bahkan jika konten yang mereka sampaikan tidak sepenuhnya akurat.

Menurut data dari Pew Research Center (2023), sekitar 62% pengguna media sosial mengaku kesulitan membedakan fakta dari opini. Fenomena ini menunjukkan bagaimana seni retorika dapat digunakan untuk memengaruhi persepsi, baik secara positif maupun negatif. Di sisi lain, ini juga menjadi tantangan besar dalam era informasi digital.

Halaman Selanjutnya
img_title