Outlook UMKM 2025: Ukuran Tempe Goreng di Warteg Setipis KTP
- Handoko/istimewa
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah: Kebutuhan akan OSS Khusus UMKM
Salah satu kritik utama yang disampaikan oleh Yoyok adalah pengelolaan data UMKM yang masih belum terintegrasi dengan baik antara kementerian terkait. Saat ini, data UMKM tersebar di berbagai kementerian, seperti Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Perindustrian. Akibatnya, kebijakan yang diambil sering kali tidak tepat sasaran dan tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM di lapangan.
Untuk itu, Yoyok mengusulkan agar sistem Online Single Submission (OSS) yang sebelumnya dikelola oleh Kementerian Investasi dan BKPM, dialihkan dan dikelola secara khusus oleh Kementerian UMKM. “Dengan adanya OSS khusus UMKM yang dikelola oleh Kementerian UMKM, pemerintah dapat lebih memahami kesulitan yang dihadapi pelaku UMKM dan memiliki data yang lebih akurat terkait potensi dan tantangan yang mereka hadapi,” ujarnya.
Menurut Yoyok, dengan data yang lebih terintegrasi, kebijakan yang diambil akan lebih efektif dan dapat langsung menyasar permasalahan yang ada di lapangan. Salah satu contoh konkret yang sering dihadapi adalah penghapusan kredit macet yang tidak terdata dengan baik, sehingga kebijakan tersebut menjadi tidak efektif.
Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap UMKM
Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan tajam adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Yoyok menilai bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak negatif bagi UMKM, terutama yang masih dalam tahap pemulihan setelah dampak pandemi COVID-19.
“Jika PPN naik, harga jual produk akan meningkat, yang tentunya akan mengurangi daya beli konsumen. Sebagai contoh yang paling sederhana, jangan terkejut jika suatu saat kita makan di warteg, ukuran tempe gorengnya akan semakin tipis, setipis KTP,” ungkap Yoyok dengan nada serius. Menurutnya, hal ini mencerminkan betapa besarnya dampak kebijakan tersebut terhadap sektor yang rentan seperti UMKM.