Sektor Manufaktur Indonesia Terpukul, PMI Juli 2024 Kembali Kontraksi

Kondisi Kinerja Manufaktur Indonesia
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA – Sektor manufaktur Indonesia mengalami pukulan berat dengan mencatatkan kontraksi pada Purchasing Managers' Index (PMI) bulan Juli 2024. Berdasarkan laporan terbaru dari S&P Global, PMI Indonesia turun drastis ke level 49,3, terendah sepanjang tahun 2024, dibandingkan dengan 50,7 pada bulan Juni. Angka ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia berada dalam fase kontraksi, menambah kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi negara.

Kinerja Manufaktur Indonesia Terus Merosot, PMI Juli 2024 Catat Rekor Terendah

Penurunan Permintaan dan Output: Penyebab Utama Kontraksi PMI

Penurunan signifikan pada PMI ini terutama disebabkan oleh turunnya permintaan domestik dan luar negeri serta output yang melemah. Permintaan domestik turun tajam ke level 48,7 dari 50,4 pada bulan Juni 2024, berada di bawah level ekspansif (nilai 50). Kondisi serupa juga terjadi pada permintaan luar negeri, dengan Net Export Orders turun menjadi 48,9 dari 49,3 pada bulan sebelumnya.

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: KEK sebagai Tonggak Infrastruktur Nasional

Penurunan permintaan ini berdampak langsung pada output, yang mencatat penurunan signifikan dari 51,4 pada Juni 2024 menjadi 48,8 pada Juli 2024. Turunnya output ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan manufaktur dalam memenuhi permintaan pasar yang semakin menurun.

Aktivitas Pembelian dan Persediaan Terpengaruh

RAPBN 2025: Apakah Asumsi Ekonomi Makro Mampu Menjaga Stabilitas Nasional?

Penurunan permintaan juga berdampak pada aktivitas pembelian oleh perusahaan manufaktur. Pada bulan Juli 2024, aktivitas pembelian tercatat turun menjadi 49,8 dari 51,7 pada bulan sebelumnya. Dibandingkan dengan bulan Januari 2024, aktivitas pembelian mencatat penurunan signifikan sebesar -5,8 poin. Selain itu, stok pembelian juga menurun, mencapai 50,4 dari 51,7 pada bulan Juni 2024.

Namun, penurunan ini justru menyebabkan penumpukan stok barang jadi di gudang. Pada bulan Juli 2024, Stocks of Finished Goods naik menjadi 52,8 dari 48,5 pada bulan sebelumnya, menandakan bahwa produk yang tidak terjual semakin menumpuk. Hal ini diperburuk oleh sedikitnya waktu pengiriman barang oleh pemasok yang melambat, dengan Supplier Delivery Time turun menjadi 48,8 dari 50 pada bulan Juni 2024.

Halaman Selanjutnya
img_title