Yoyok Pitoyo: Kasus Bansos Jangan Terulang! Makan Siang Gratis Harus Jadi Kemenangan UMKM, Koperasi
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA - Program makan siang gratis yang diluncurkan pemerintah untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Di tengah harapan besar masyarakat, ada kekhawatiran bahwa program ini justru akan menjadi lahan subur bagi oligarki yang selama ini mendominasi pengadaan pangan. Ketua Umum Komite Pengusaha Kecil Menengah dan Mikro Bersatu (Kopitu), Yoyok Kopitu, mengingatkan pemerintah untuk tidak mengulangi kesalahan yang terjadi pada kasus bantuan sosial (bansos) sebelumnya, di mana distribusi yang salah sasaran menimbulkan berbagai masalah. Dalam pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo dengan tegas menyatakan bahwa keterlibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam program ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ini adalah langkah konkret untuk memotong rantai pasok yang selama ini dikendalikan oleh segelintir penguasa dan importir besar.
Pemerintah harus memastikan bahwa UMKM dan Koperasi di daerah diberi peran penting dalam penyediaan bahan pangan untuk program makan siang gratis ini. Dengan melibatkan UMKM, tidak hanya kualitas pangan yang terjaga, tetapi juga rantai pasok yang selama ini panjang dan berbiaya tinggi dapat dipotong. Menurut Yoyok, keterlibatan UMKM lokal akan memberikan dampak positif yang signifikan, baik dalam hal ketersediaan pangan yang lebih segar dan variatif, maupun dalam penguatan ekonomi lokal.
“Pemerintah harus fokus pada pemotongan rantai pasok yang selama ini dikuasai oleh oligarki. Dengan melibatkan UMKM dan koperasi di daerah, kita bisa memastikan bahwa bahan pangan yang diterima oleh anak-anak sekolah adalah yang terbaik, tanpa harus melalui jalur distribusi yang panjang dan mahal,” ujar Yoyok.
Untuk memastikan kelancaran dan transparansi dalam pelaksanaan program ini, pemerintah disarankan mengadopsi konsep penggunaan kartu atau e-money bagi UMKM yang terlibat. Seperti yang telah diterapkan dalam program Kartu Prakerja, konsep ini memungkinkan UMKM untuk menerima pembayaran langsung dari pemerintah secara cepat dan aman. Selain itu, penerapan barcode pada produk pangan juga dapat membantu memantau kualitas dan asal usul produk yang didistribusikan.
“Penggunaan kartu atau e-money akan mempermudah UMKM dalam bertransaksi. Mereka tidak perlu lagi bergantung pada perantara yang sering kali memperpanjang rantai pasok. Ini juga akan meningkatkan transparansi, karena setiap transaksi tercatat dengan baik,” jelas Yoyok.
Salah satu kekhawatiran yang muncul dalam program ini adalah ketergantungan pada satu jenis bahan pangan, seperti nasi, yang bisa merugikan keragaman pangan lokal. Indonesia memiliki kekayaan pangan yang luar biasa, mulai dari jagung, singkong, sagu, hingga ubi, yang semuanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat alternatif. Dengan melibatkan UMKM yang bergerak di bidang pertanian dan pengolahan pangan lokal, pemerintah dapat mengakomodasi keragaman pangan ini dalam program makan siang gratis.