Ekosistem Berusia 2 Juta Tahun di Greenland Membuka Babak Baru dalam Sejarah Evolusi

Ekosistem Greenland 2 Juta Tahun Lalu
Sumber :
  • Instagram/poetry.of.science

Malang, Wisata – Diperoleh petunjuk penting tentang ekosistem Pleistosen Awal di Greenland, bahwa banyak spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di Greenland 2 juta tahun lalu yang diidentifikasi dengan memeriksa fragmen DNA yang ditemukan di semenanjung bernama Peary Land di Greenland utara. Wilayah yang dimaksud setidaknya memiliki suhu rata-rata 10°C lebih hangat pada tahun-tahun tersebut dibandingkan saat ini.

Tempat Tersembunyi di Gunung Cina Mengungkap 20.000 Fosil Prasejarah

Penemuan ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Denmark, Inggris, Prancis, Swedia, Norwegia, Amerika Serikat dan Jerman, yang dipimpin oleh ahli genetika evolusioner Eske Willerslev dan ahli geogenetik Kurt H. Kjær. Dengan memeriksa fragmen DNA lingkungan dari lima situs berbeda yang kaya akan bahan organik dalam Formasi Kap København, para ilmuwan membuktikan bahwa banyak spesies hewan dan tumbuhan merupakan bagian dari ekosistem Greenland Utara 2 juta tahun yang lalu. Rusa kutub, kelinci, mastodon, poplar, thuja, dan birch termasuk di antara spesies ini. 

Ahli paleontologi menafsirkan penyebaran mastodon, milik keluarga Mammutidae, hingga Greenland sebagai penemuan yang mengejutkan. Sebelumnya diperkirakan bahwa mastodon sebagian besar hidup di Amerika Utara. Namun, berdasarkan analisis DNA, kini dapat dikatakan bahwa Mastodon dan rusa kutub pernah hidup di Greenland dan setidaknya terdapat cukup tumbuhan untuk memberi makan mereka. 

Inilah Upaya dan Komitmen Indonesia Agar Bumi Tidak Semakin Panas

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa dalam kondisi yang sesuai, fragmen DNA dapat tetap utuh hingga 2 juta tahun. Hal ini telah ditafsirkan sebagai “terobosan” oleh banyak ahli biologi evolusi dan genetika. Dinyatakan bahwa informasi baru tentang asal usul banyak spesies, bahkan mungkin manusia purba, dapat diperoleh jika fragmen DNA yang bertahan hingga saat ini dapat ditemukan pada butiran tanah liat di Afrika.

Kurt H. Kjær berharap sampel DNA dapat membantu insinyur genetika membuat lebih banyak spesies tahan terhadap iklim pemanasan. Pasalnya, data yang dimaksud menunjukkan bahwa lebih banyak spesies yang mampu beradaptasi terhadap perubahan suhu dibandingkan perkiraan sebelumnya 

PEMANASAN GLOBAL: Dampaknya pada Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi

Penelitian menunjukkan bahwa wilayah tempat pengumpulan fragmen DNA memiliki suhu rata-rata setidaknya 10°C lebih tinggi dibandingkan saat ini, dan iklim yang berlaku adalah antara iklim Arktik dan iklim sedang. Ahli geogenetik Mikkel Winther Pedersen memperkirakan iklim serupa akan terjadi di Greenland di masa depan akibat pemanasan global.