UGM: Mahasiswa UGM Sulap Limbah Cangkang Telur Jadi Pupuk Gama Organic
- ugm.ac.id
Yogyakarta, WISATA – Mahasiswa UGM berhasil mengolah limbah cangkang telur menjadi pupuk organik.
Produk bernama Gama Organic tersebut, dibuat oleh Faris Ariwibowo (Fakultas Peternakan 2022), Rakha Arya Cahya (Sekolah Vokasi 2021), Amandira Dhirgandita (Fakultas Teknik 2021), Aurelia Nadiya Prayudanti (Fakultas Peternakan 2022), dan Arini Roisatul Baroroh (Fakultas Peternakan 2022).
Mereka memanfaatkan limbah cangkang telur yang jumlahnya cukup berlimpah di Yogyakarta menjadi pupuk organik yang mampu mendorong pertumbuhan tanaman secara optimal.
Faris menjelaskan pembuatan Gama Organic ini bermula dari keprihatinan terhadap persoalan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang belum efektif pengelolaannya.
Bahkan, di salah satu tempat pembuangan akhir (TPA) yakni TPA Piyungan, sempat kewalahan dalam menerima sampah yang masuk karena mengalami overload hingga mencapai 700 ton sampah per harinya.
Dampaknya, hingga tanggal 23 Juli 2023 lalu, TPA Piyungan tidak lagi dapat menerima pelayanan sampah, meski saat ini sudah dibuka secara terbatas, dengan menerima 200 ton sampah/hari.
Masalah sampah ini menyebabkan penumpukan dan bau yang tidak sedap, karena sampah anorganik bercampur dengan sampah organik sehingga perlu ada inovasi pengelolaan sampah organik tersebut.
“Salah satu contoh sampah organik yang dihasilkan adalah cangkang telur dari industri peternakan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2022, DIY menghasilkan 168.303,00 ton telur/tahun,” terangnya pada Selasa (10/10/2023) di Kampus UGM.
Melihat kondisi tersebut, para mahasiswa muda ini pun memutar otak memanfaatkan limbah cangkang telur dan sampah organik lainnya, menjadi sesuatu yang bernilai guna dan bernilai ekonomi.
Merekapun mengolah limbah cangkang telur dengan sampah organik lainnya seperti leri, kulit pisang, dan kulit bawang untuk dijadikan pupuk organik cair.
“Bahan-bahan tersebut memiliki kandungan yang baik untuk tanaman seperti kalsium, nitrogen, fosfor, kalium, sulfur, vitamin B1, dan kandungan lainnya,” ungkapnya.
Rakha menambahkan, kehadiran Gama Organic ini mendapat respons yang baik dari masyarakat.
Setelah diaplikasikan ke tanaman hias dan sayuran, mampu mendorong pertumbuhan tanaman menjadi lebih optimal. Hal ini merupakan hasil dari pupuk organik yang memiliki kandungan tinggi dan berbahan alami.
Produk pupuk organik Gama Organic ini dijual di pasaran dalam dua bentuk, yakni botol semprot dan botol biasa berukuran 1 liter.
Perbedaan kedua bentuk ini, hanya ada pada konsentrasinya. Botol biasa perlu dicairkan dalam pengaplikasiannya sedangkan botol semprot bisa langsung disemprotkan ke tanaman.
Rakha berharap, adanya inovasi produk pupuk organik ini bisa menjadi solusi pengelolaan sampah organik di tanah air.
Selain itu juga diharapkan mampu menunjang kesehatan serta meningkatkan kualitas tanaman di Indonesia.
(Sumber: ugm.ac.id)