Generasi Muda dan Cermin Waktu: Renungan Socrates yang Masih Relevan Hari Ini
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam kutipan panjang yang sering dikaitkan dengan Socrates — walaupun sebagian sejarawan modern meragukan keasliannya — tersimpan kritik tajam terhadap generasi muda pada masanya. Menariknya, keluhan serupa kerap muncul dari generasi tua sepanjang sejarah, bahkan hingga hari ini. Socrates menggambarkan generasi muda yang cinta kemewahan, tidak sopan, tidak menghormati orang tua, dan menyukai obrolan remeh daripada kegiatan fisik. Mereka disebut sebagai "tiran kecil" dalam rumah tangga yang enggan mematuhi otoritas.
Pertanyaannya adalah: apakah ini semata-mata kritik terhadap generasi muda, ataukah ini cerminan dari kegagalan generasi tua dalam mendidik dan memahami perubahan zaman?
Kritik Lama yang Selalu Terdengar Baru
Kutipan ini menarik karena setiap generasi cenderung mengeluhkan generasi setelahnya. Bahkan, jika ditulis tanpa mencantumkan nama Socrates, banyak orang bisa mengira ini adalah komentar dari seorang orang tua zaman sekarang yang sedang mengeluhkan anak-anak Gen Z atau Alpha.
Fakta ini menunjukkan satu hal penting: keluhan terhadap generasi muda adalah fenomena abadi. Namun, apakah benar generasi muda selalu lebih buruk daripada sebelumnya? Atau apakah generasi tua selalu cenderung menilai dari perspektif masa lalu yang mereka anggap lebih "ideal"?
Antara Perubahan Zaman dan Perubahan Nilai
Socrates hidup di abad ke-5 SM. Namun, kritiknya tetap terasa relevan. Anak-anak disebut mencintai kemewahan, tidak sopan, tidak menghargai orang tua, dan banyak bicara. Jika kita lihat fenomena hari ini, mungkin kita akan langsung menghubungkannya dengan anak-anak yang lekat pada gawai, terlalu nyaman dalam kenyamanan, malas bergerak, dan gemar membantah.
Namun, alih-alih menyalahkan generasi muda, penting bagi kita untuk melihat akar dari fenomena ini. Bukankah anak-anak adalah cerminan dari lingkungan yang membesarkan mereka? Jika mereka lebih cinta kenyamanan, apakah karena orang dewasa membentuk dunia yang membuat mereka tidak perlu berjuang?
Anak-Anak Bukan Masalah, Tapi Cermin
Socrates menyebut bahwa anak-anak kini “menjadi tiran”. Tapi tirani bukan tumbuh sendiri. Anak-anak menyerap nilai dari orang tua, guru, media, dan masyarakat. Jika mereka kehilangan sopan santun, mungkin karena lingkungan sekitarnya tidak lagi memprioritaskan tata krama. Jika mereka lebih suka "chatter" daripada bergerak, mungkinkah karena mereka tidak diajak mengenal pentingnya tubuh yang sehat?
Socrates seolah ingin mengingatkan kita bahwa generasi tua memiliki tanggung jawab lebih besar daripada sekadar mengkritik: mereka harus menjadi teladan.
Teknologi dan Budaya Kemewahan
Hari ini, kemewahan tidak lagi berarti rumah besar atau mobil mahal. Bagi anak-anak, kemewahan bisa berupa akses mudah ke informasi, hiburan instan, dan hidup yang serba praktis. Namun, kemewahan yang tidak disertai tanggung jawab dapat menumpulkan karakter.
Dalam dunia yang menawarkan segalanya dengan mudah, nilai-nilai seperti kerja keras, ketekunan, dan rasa hormat perlu diajarkan lebih aktif. Bukan melalui ceramah, tapi melalui praktik sehari-hari.
Pendidikan Karakter Bukan Hanya Tugas Sekolah
Sering kali kita melempar tanggung jawab pendidikan karakter kepada sekolah atau guru. Namun Socrates — dan para filsuf setelahnya — menekankan bahwa rumah tangga adalah tempat pertama dan utama dalam membentuk manusia. Jika anak tidak bangkit ketika orang tua masuk ruangan, pertanyaannya bukan hanya “mengapa mereka tidak bangkit?”, tetapi juga, “apakah mereka pernah diajarkan arti dari tindakan itu?”
Menyeimbangkan Kritis dan Empati
Sebagai orang dewasa, wajar jika kita merasa khawatir dengan arah generasi muda. Namun perlu diingat, setiap zaman membawa tantangannya sendiri. Tugas kita bukan hanya mengkritik, tapi membimbing dengan empati.
Alih-alih berkata, “Anak-anak sekarang tidak tahu sopan santun,” lebih baik kita bertanya, “Apakah saya sudah menjadi teladan sopan santun bagi mereka?”
Alih-alih mengeluh bahwa mereka lebih suka bermain gim daripada berolahraga, mari kita ajak mereka bermain bersama — dengan tubuh, bukan hanya dengan jari.
Socrates dan Kearifan Mendalam
Kutipan ini, walau ditulis dengan nada mengeluh, tetap menyimpan hikmah. Socrates bukan hanya ingin menyalahkan generasi muda, tetapi mengajak kita untuk merenung: jika anak-anak kehilangan arah, siapa yang membiarkan mereka berjalan tanpa kompas?
Sebagai warga dunia, seperti yang juga dikatakan Socrates, kita tidak bisa lagi hanya berpikir dalam batas keluarga atau negara. Pendidikan karakter, nilai moral, dan komunikasi lintas generasi adalah pekerjaan kolektif.
Penutup: Dari Kritik Menuju Pembimbingan
Mudah untuk berkata bahwa anak-anak sekarang tidak tahu hormat, terlalu manja, atau malas bergerak. Namun akan lebih bijak jika kita bertanya: apa yang bisa saya lakukan agar mereka menjadi lebih baik?
Socrates memprovokasi kita dengan pertanyaannya. Tapi seperti biasa, ia tidak memberi jawaban instan. Ia hanya menyalakan lentera, agar kita mau mencari cahaya sendiri.
Mari kita berhenti mengeluh, dan mulai hadir. Tidak hanya secara fisik, tapi juga secara emosional. Anak-anak tidak membutuhkan lebih banyak kata-kata. Mereka butuh contoh nyata dari orang dewasa yang tahu bagaimana hidup dengan nilai