Albert Camus: Hukum dan Alam Tidak Bisa Mengikuti Aturan yang Sama
- Cuplikan layar
Meskipun hukum bertujuan melampaui alam, dalam praktiknya hukum sering kali jatuh ke dalam kekacauan yang tidak kalah liar dari alam itu sendiri. Banyak kasus ketidakadilan hukum terjadi karena campur tangan kekuasaan, korupsi, diskriminasi, atau lemahnya komitmen terhadap hak asasi manusia.
Ketika hukum tidak lagi didasarkan pada keadilan, maka ia justru menjadi kekuatan yang lebih menakutkan daripada alam. Di titik inilah pemikiran Camus menjadi sangat relevan — bahwa hukum seharusnya tidak merefleksikan kerasnya alam, tetapi menjadi pagar moral untuk menahannya.
Hukum dalam Konteks Indonesia: Masihkah Berpihak pada Keadilan?
Di Indonesia, pertanyaan besar tentang hubungan antara hukum dan keadilan masih menjadi perdebatan. Banyak kasus menunjukkan bahwa hukum kerap tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Keadilan prosedural belum tentu menghasilkan keadilan substantif.
Padahal, sesuai semangat Camus, hukum seharusnya menjadi alat untuk memperbaiki ketimpangan, bukan mempertahankannya. Ia harus berpihak pada yang lemah, menjadi penyeimbang kekuasaan, dan mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Kesimpulan: Hukum yang Manusiawi, Bukan Alamiah
Pernyataan Albert Camus menantang kita untuk tidak melihat hukum sebagai cerminan dari dunia alam yang keras dan kejam. Sebaliknya, hukum adalah upaya kolektif manusia untuk menciptakan dunia yang lebih baik — dunia di mana kekacauan bisa dilawan dengan aturan yang adil, dan di mana kekuasaan bisa dibatasi dengan norma yang manusiawi.