Albert Camus: “Kebodohan Punya Cara Sendiri untuk Menang”
- Cuplikan layar
Camus memahami bahwa perjuangan melawan kebodohan bukanlah hal mudah. Namun, ia juga menyiratkan bahwa diam bukanlah pilihan. Kecerdasan, keberanian berpikir, dan nalar kritis harus terus disuarakan — meski kalah populer.
Indonesia dan Tantangan Nalar Publik
Di Indonesia, tantangan kebodohan ini sangat nyata. Kita hidup di tengah derasnya arus informasi, namun kemampuan literasi digital dan literasi kritis masyarakat masih tergolong rendah.
Survei UNESCO dan OECD menunjukkan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia masih berada di peringkat bawah secara global. Di sisi lain, penyebaran hoaks politik, kesehatan, dan sosial terjadi hampir setiap hari. Media sosial yang seharusnya menjadi alat berbagi pengetahuan, justru kerap menjadi ladang subur bagi kebodohan kolektif.
Camus dan Tanggung Jawab Intelektual
Camus bukan sekadar penulis eksistensialis. Ia adalah pemikir yang percaya bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas dunia yang ia tinggali. Dalam menghadapi kebodohan, Camus tidak menyarankan agresi, tetapi mengajak kita untuk terus berpikir, terus bertanya, dan tidak menyerah pada kenyamanan ketidaktahuan.
Melawan kebodohan bukan soal merasa paling benar, tetapi soal tidak berhenti belajar dan mencari tahu. Setiap individu yang memilih untuk membaca, menganalisis, dan bersikap kritis, adalah benteng terakhir melawan arus ketidaktahuan yang kian menguat.