Massimo Pigliucci: “Jangan Reaktif terhadap Dunia — Reflektiflah terhadap Dirimu Sendiri”

Massimo Pigliucci
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA - Dalam pusaran kehidupan yang serba cepat, banyak dari kita terjebak dalam kebiasaan bereaksi spontan terhadap segala yang terjadi di sekitar. Ketika kabar buruk datang, kita cemas. Ketika seseorang mengkritik, kita marah. Ketika rencana gagal, kita panik. Namun, filsuf kontemporer Massimo Pigliucci—tokoh modern dalam kebangkitan Stoisisme—mengajak kita mengambil pendekatan berbeda:

Chrysippus: “Pengendalian Diri adalah Kunci untuk Meraih Kebebasan Sejati”

Jangan reaktif terhadap dunia — reflektiflah terhadap dirimu sendiri.”

Pernyataan ini bukan sekadar nasihat emosional, melainkan prinsip dasar dari hidup yang berakar pada kesadaran diri dan kebijaksanaan. Dalam tradisi filsafat Stoik, reaksi spontan dianggap sebagai gangguan dari emosi yang tidak dikelola, sementara refleksi adalah bentuk latihan akal budi yang membuat kita tetap tenang, jernih, dan berkarakter.

Chrysippus: "Kebijaksanaan Datang dari Pengalaman; Belajar dari Setiap Kegagalan dan Keberhasilan"

Reaktivitas vs Reflektivitas

Reaktif berarti bertindak karena dorongan luar—stimulus dari dunia yang membuat kita kehilangan kendali atas emosi dan keputusan. Reflektif berarti berhenti sejenak, menyadari apa yang terjadi di dalam diri, lalu merespons dengan kebijaksanaan.

Chrysippus: “Keberanian adalah Fondasi untuk Menghadapi Segala Rintangan; Tanpa Keberanian, Kebajikan Tidak Akan Tumbuh”

Pigliucci menekankan bahwa dunia luar berada di luar kendali kita: opini orang, perubahan ekonomi, peristiwa sosial, bahkan cuaca. Namun bagaimana kita memaknai peristiwa-peristiwa itu sepenuhnya berada dalam ranah kekuasaan kita.

Marcus Aurelius, Kaisar sekaligus filsuf Stoik, menulis dalam Meditations:
“Jika kamu terganggu oleh sesuatu dari luar, penderitaan itu bukan karena hal tersebut, melainkan karena penilaianmu tentangnya. Dan kamu punya kekuatan untuk mengubah penilaian itu.”

Pigliucci menghidupkan kembali prinsip ini dalam gaya modern: jangan terburu-buru menilai atau bertindak—latihlah diri untuk bertanya: Apa nilai yang sedang saya pegang? Apa yang bisa saya kendalikan dari situasi ini?

Praktik Reflektif ala Stoik

Berikut beberapa latihan sederhana yang dianjurkan Pigliucci untuk membangun refleksi diri:

1.     Praktik jeda
Saat emosi mulai naik, berhentilah sejenak sebelum berbicara atau bertindak. Gunakan momen itu untuk mengamati pikiran yang muncul.

2.     Jurnal harian Stoik
Tulis setiap malam: Apa yang kulakukan hari ini? Apa yang bisa kulakukan dengan lebih baik? Respon mana yang bijak, mana yang impulsif?

3.     Visualisasi negatif (premeditatio malorum)
Bayangkan situasi buruk sebelum terjadi. Tujuannya bukan pesimistis, tetapi mempersiapkan mental agar tidak bereaksi panik.

4.     Pengingat harian
Tempelkan kutipan atau simbol Stoik di tempat yang mudah terlihat, sebagai pengingat untuk tidak larut dalam reaksi.

Dunia Adalah Lautan, Kamu adalah Nakhoda

Stoikisme tidak meminta kita mengabaikan perasaan. Justru, ia mengajak kita untuk mengelola perasaan dengan akal budi, agar kita tidak menjadi budak emosi. Dalam metafora yang indah, hidup digambarkan sebagai lautan yang tidak bisa dikendalikan, tapi kita bisa belajar menjadi pelaut yang cakap.

Pigliucci mengajarkan bahwa dunia akan terus berubah, kadang menantang, kadang menyenangkan. Tapi kalau kita selalu reaktif, kita akan terus lelah, terombang-ambing oleh ombak kejadian. Jika kita reflektif, kita akan lebih siap menghadapi badai dengan ketenangan dalam hati.

Kutipan-Kutipan Terkait

  • “Bukan hal-hal yang mengganggu manusia, tetapi cara mereka memandang hal-hal tersebut.” — Epictetus
  • “Kita tidak memiliki kendali atas opini orang lain, tetapi kita memiliki kendali penuh atas opini kita terhadap opini mereka.” — Massimo Pigliucci
  • “Berpikirlah sebelum berbicara. Jawablah dengan maksud, bukan emosi.” — adaptasi dari prinsip Stoik modern

Penutup: Refleksi Membuka Jalan Menuju Kebebasan Batin

Dalam dunia yang sering memicu reaktivitas—media sosial, tekanan pekerjaan, kabar politik—mempraktikkan refleksi adalah bentuk revolusi batin. Massimo Pigliucci mengajak kita keluar dari mode otomatis dan masuk ke dalam ruang kesadaran, tempat di mana kita bisa memutuskan untuk bersikap bijak, bukan impulsif.

Kebebasan sejati, kata para filsuf Stoik, bukanlah kebebasan dari kesulitan hidup, tetapi kebebasan dari kendali emosi yang merusak. Dan refleksi adalah pintu masuknya.