Mark Tuitert dan Pesan Kehidupan: “Ketika Kamu Merasa Kehilangan Arah, Kembalilah pada Nilai-Nilai Intimu”
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, mudah sekali bagi seseorang merasa tersesat di tengah kebisingan informasi, ekspektasi sosial, dan ambisi pribadi. Namun, mantan atlet Olimpiade dan penulis bestseller asal Belanda, Mark Tuitert, menghadirkan secercah pencerahan melalui kutipan kuat: “Ketika kamu merasa kehilangan arah, kembalilah pada nilai-nilai intimu.”
Pernyataan ini bukan sekadar kalimat motivasi biasa. Dalam bukunya yang dirilis tahun 2024 berjudul The Stoic Mindset, Tuitert menyelami makna dari kehidupan yang seimbang, tenang, dan terarah—berlandaskan pada filosofi Stoikisme, aliran filsafat kuno yang kini kembali relevan.
Kutipan tersebut menjadi penanda penting dalam perjalanan batin Tuitert, yang pernah berada di puncak kejayaan dunia olahraga, namun kemudian memilih jalur refleksi diri dan pengembangan mental sebagai panggilan hidup barunya.
Dari Medali Emas ke Pencerahan Batin
Mark Tuitert bukan sosok asing di dunia olahraga. Ia meraih medali emas pada nomor 1500 meter speed skating di Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010. Namun setelah momen bersejarah itu, Tuitert justru mengalami kehampaan. Ia menyadari bahwa kemenangan bukanlah akhir dari segalanya.
“Kemenangan itu membanggakan, tapi tidak menyelesaikan kekosongan batin saya,” ungkapnya dalam sebuah wawancara di kanal YouTube pribadinya. Ia pun mulai membaca karya-karya Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus — para filsuf Stoik dari masa Romawi kuno yang mengajarkan ketenangan, keberanian, dan kebijaksanaan menghadapi hidup.
Dari sanalah lahir The Stoic Mindset — sebuah buku panduan hidup modern yang ditulis Tuitert untuk membantu siapa pun membangun ketahanan mental dalam menghadapi dunia yang tidak pasti.
Kutipan yang Menyentuh: Jalan Pulang Menuju Diri Sendiri
Dalam bagian awal bukunya, Tuitert menulis:
“Ketika kamu merasa kehilangan arah, kembalilah pada nilai-nilai intimu. Di situlah kompas sejati berada.”
Nilai-nilai inti yang dimaksud Tuitert adalah prinsip-prinsip yang paling kita yakini: kejujuran, tanggung jawab, keberanian, kasih sayang, dan kesederhanaan. Ia meyakini bahwa ketika seseorang hidup tidak selaras dengan nilai-nilai ini, maka muncullah perasaan terasing, stres, bahkan depresi.
Pesan ini sangat kontekstual dengan kehidupan masyarakat saat ini, terutama generasi muda yang sering terjebak dalam comparison culture di media sosial. Ketika standar kebahagiaan ditentukan oleh jumlah pengikut atau pencapaian eksternal, nilai-nilai inti pribadi sering kali terabaikan.
Stoikisme: Jalan Menuju Ketahanan Emosional
Melalui pendekatan Stoik, Tuitert menawarkan panduan praktis untuk kembali kepada diri. Salah satunya adalah latihan harian menulis jurnal untuk meninjau apakah tindakan kita hari ini selaras dengan prinsip yang kita pegang teguh.
“Banyak dari kita hidup seperti daun yang hanyut di sungai deras, lupa bahwa kita bisa memilih arah,” tulis Tuitert. Ia menekankan bahwa dengan kembali pada nilai inti, seseorang akan memiliki ketenangan dan arah, bahkan ketika hidup terasa tak pasti.
Stoikisme mengajarkan pentingnya membedakan hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Dengan fokus pada apa yang bisa dikendalikan — yaitu pikiran, sikap, dan tindakan kita — hidup menjadi lebih sederhana dan jernih.
Dampak Buku The Stoic Mindset secara Global
Sejak diterbitkan awal 2024, The Stoic Mindset telah menjadi buku laris di Eropa dan mulai diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia. Buku ini bukan hanya dibaca oleh atlet, tetapi juga pemimpin bisnis, pekerja kreatif, hingga mahasiswa yang ingin membangun fondasi mental yang kokoh.
Di berbagai forum daring, pembaca membagikan kutipan favorit mereka dan membahas bagaimana buku ini telah membantu mereka keluar dari krisis pribadi, burnout kerja, bahkan trauma masa lalu.
Salah satu pembaca Indonesia menulis di Goodreads:
“Kutipan tentang kembali ke nilai inti menyentuh hati saya. Saya berhenti mencari validasi dari luar dan mulai berdialog dengan diri sendiri.”
Menghadapi Ketidakpastian dengan Nilai Inti
Pandemi global, krisis ekonomi, dan tekanan hidup yang semakin tinggi membuat banyak orang merasa kehilangan arah. Dalam konteks ini, kutipan Tuitert seolah menjadi kompas baru.
Bagi para profesional yang kehilangan motivasi kerja, kutipan ini mengingatkan kembali pada nilai tanggung jawab dan kontribusi. Bagi pelajar yang tertekan oleh ekspektasi akademik, kutipan ini menjadi pelipur yang mengajarkan bahwa harga diri tidak ditentukan oleh nilai ujian. Dan bagi siapa pun yang sedang terombang-ambing oleh perubahan hidup, kutipan ini menjadi jangkar untuk kembali menata langkah.
Tuitert di Panggung Global dan Lokal
Kini, Mark Tuitert aktif sebagai pembicara motivasi dan pelatih mental di berbagai forum internasional. Ia juga menjalankan program Stoic Performance Coaching, yang fokus membantu klien menerapkan filosofi Stoik dalam kehidupan nyata — dari olahraga hingga bisnis dan hubungan pribadi.
Di Indonesia sendiri, minat terhadap Stoikisme dan pengembangan diri berbasis filosofi klasik juga semakin meningkat. Banyak komunitas mulai mengadakan diskusi daring mengenai The Stoic Mindset, membedah bagian-bagian penting dari buku, termasuk kutipan tentang nilai inti.
Kesimpulan: Sebuah Seruan untuk Menjadi Diri Sejati
Mark Tuitert mungkin dikenal sebagai atlet Olimpiade, tetapi warisan terbesarnya mungkin bukan medali emas, melainkan pesan kehidupan yang ia sampaikan dengan tulus dan mendalam.
Melalui kutipan, “Ketika kamu merasa kehilangan arah, kembalilah pada nilai-nilai intimu,” ia mengingatkan kita bahwa kunci arah hidup bukan terletak di luar sana, melainkan di dalam diri masing-masing. Sebuah pesan sederhana, namun kuat — dan sangat dibutuhkan di tengah zaman yang serba tak pasti ini.