Socrates dan Bahaya Hasrat Terdalam: Ketika Keinginan Menjadi Kebencian yang Mematikan
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Dunia tidak pernah sepi dari konflik. Dari perang antarnegara hingga pertikaian kecil di lingkungan sosial, dari perpecahan keluarga hingga dendam pribadi yang mendalam—semuanya seolah menjadi bagian dari drama kehidupan manusia. Namun, apa sebenarnya akar dari semua ini? Apa yang mendorong manusia untuk saling menyakiti, bahkan menghancurkan satu sama lain?
Socrates, sang filsuf besar dari Yunani kuno, pernah mengungkapkan sebuah kebenaran yang menusuk namun nyata:
“From the deepest desires often come the deadliest hate.”
(Dari hasrat terdalam, sering kali muncul kebencian yang paling mematikan.)
Kalimat singkat ini menyimpan makna yang luas dan mendalam. Ia bukan hanya mengajak kita merenung, tetapi juga memberi peringatan. Bahwa di balik wajah keinginan dan ambisi, tersembunyi potensi gelap yang bisa berubah menjadi kebencian, bahkan kehancuran.
Hasrat: Sumber Daya atau Sumber Bahaya?
Hasrat adalah bagian alami dari manusia. Kita semua memilikinya. Hasrat untuk dicintai, diakui, dihormati, sukses, kaya, bahagia—semuanya adalah naluri yang wajar. Tanpa hasrat, manusia tidak akan punya motivasi untuk maju, berinovasi, atau bertahan hidup. Namun, seperti api, hasrat bisa menjadi alat yang membangun, atau senjata yang menghancurkan.
Socrates menyadari bahwa ketika hasrat menjadi terlalu dalam, terlalu menguasai, atau terlalu obsesif, ia bisa berubah bentuk. Ia bisa menjadi rasa frustrasi, iri hati, dendam, dan akhirnya kebencian. Dalam hasrat yang tidak terpenuhi, tersimpan bara api emosi yang membara.
Ketika Cinta Menjadi Benci